"Saya hanya lakukan yang menurut saya benar saja. Mau nanti terpilih atau enggak, karena yang lain mungkin hebat-hebat banyak uang, saya enggak pusing. Mungkin memang style berpolitiknya beda," kata Rian.
"Jadi sebenarnya enggak masalah mau muda atau tua, tapi yang dipilih itu harus orang-jujur," tambah dia.
Sementara itu, Faldo Maldini mengaku popularitasnya sebagai caleg baru nan muda masih kalah jauh dengan yang tua. Namun, seperti Rian, Faldo mengatakan caleg muda identik dengan gaya enerjiknya.
"Enggak banyak caleg (senior) mau turun (ke dapil). Mereka mungkin punya cara lain ya, tetapi kalau saya sih tetap harus turun," kata Faldo.
Baca juga: Cerita Caleg: Strategi Petahana Jaga Jaringan dan Dukungan
Dalam satu hari, Faldo bisa berkeliling ke 10 titik untuk berkampanye. Faldo mengaku sudah menyambangi 260 titik selama lebih kurang 3 bulan masa kampanye ini.
Menurut dia, bersaing dengan senior artinya harus membuat pembeda.
"Bahwa saya datang langsung ke depan Ibu dan Bapak, enggak ngomong doang. Saya kalau enggak datang, saya enggak berani masang alat peraga di situ," ujar Faldo
Faldo mengaku hanya memasang alat peraga di titik yang pernah dia datangi saja. Dia percaya caranya yang door to door menemui masyarakat bisa menjadi kunci untuk mengantarkannya ke kursi parlemen.
Yang skeptis dengan milenial
Harus diakui, suara rakyat yang harus direbut Rian, Faldo, dan caleg milenial lain justru banyak dari generasi tua. Dengan demikian, tantangan mereka bukan hanya menyaingi suara caleg senior di dapil masing-masing.
Akan tetapi, juga membuktikan kepada yang tua bahwa anak muda seperti mereka mampu berpolitik.
Selain itu, mampu menjadi wakil rakyat yang menyalurkan aspirasi mereka lewat kursi parlemen.
Baca juga: Cerita Caleg: Kampanye Door to Door Sambil Kampanyekan Capres
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.