JAKARTA, KOMPAS.com - Senator asal Yogyakarta GKR Hemas mengaku dirinya berharap calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin bisa memberi pemahaman kepada Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) soal dualisme DPD.
Apalagi, OSO merupakan salah satu ketua umum partai yang mengusung Jokowi-Ma'ruf.
"Saya harap begitu tadi. Beliau juga sudah mengatakan akan, paling sedikit beliau memahami dan akan memberikan pemahaman (kepada OSO). Sesuai apa yang telah kami sampaikan," ujar Hemas di kediaman Ma'ruf Amin, Jalan Situbondo, Minggu (27/1/2019).
Baca juga: Temui Maruf Amin, GKR Hemas Ceritakan Masalahnya dengan OSO di DPD
Permasalahan yang diceritakan Hemas kepada Ma'ruf terkait kepemimpinan DPD RI periode 2014-2019 oleh dirinya dan Farouk Muhammad dengan kepemimpinan DPD RI periode 2017-2019 oleh Oesman Sapta Odang (OSO), Nono Sampono, dan Darmayanti Lubis.
Pengacara GKR Hemas, Irmanputra Sidin, yakin Ma'ruf akan mengambil langkah bijaksana usai menerima penjelasan ini.
"Beliau akan mengambil langkah-langkah yang arif dan bijaksana. Jadi konstitusi itu tumbuh berkat rahmat Allah SWT atas keadilan Tuhan YME. Sehingga doanya Kiai Ma'ruf dan tokoh-tokoh nasional lainnya menjadi harapan kami yang sangat besar guna kepastian konstitusional DPD," kata Irman.
Saat ini, GKR Hemas telah mengajukan sengketa kewenangan lembaga negara kepada Mahkamah Konstitusi.
Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebelumnya telah memberhentikan GKR Hemas.
Ketua BK DPD Mervin S Komber mengatakan, Hemas diberhentikan sementara karena sudah 12 kali tidak menghadiri sidang paripurna DPD RI serta sudah melewati tahapan sanksi lainnya.
Sementara itu, GKR Hemas akan melawan keputusan Badan Kehormatan (BK) DPD RI lewat jalur hukum.
GKR Hemas menganggap peralihan tampuk pimpinan DPD RI ke Oesman Sapta Odang tidak sah.
Baca juga: Diancam OSO, KPU Bilang Bukan Anak Buah Presiden dan DPR
Untuk itu, GKR pun tidak mengakui kepemimpinan Oedang sebagai Ketua DPD RI.
"Sejak Oesman Sapta Odang dan kawan-kawan mengambil alih kepemimpinan secara ilegal, saya dan beberapa teman tidak mengakui kepemimpinannya. Kalau saya hadir dalam sidang yang dipimpin, berarti secara langsung mengakui kepemimpinannya," tegasnya.
Menurut dia, bukan orang yang dia lawan, namun proses pengambilalihan pimpinan yang menurutnya telah menabrak hukum.
Berdasarkan putusan MA di tingkat kasasi, tidak pernah menyatakan benar dan sah pengambilalihan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.