JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agama menyempurnakan draf Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
Penyempurnaan tersebut melibatkan sejumlah lembaga agar draf ini bisa mewakili berbagai perspektif.
RUU membutuhkan pemikiran dari banyak pihak lantaran tidak hanya terkait dengan lembaga pendidikan.
"Pesantren itu juga lembaga dakwah dan lembaga kebudayaan yang membentuk budaya dan tradisi masyarakat di lingkungan sekitarnya. Karena itu, RUU harus dilihat dari semua perspektif," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta, Jumat (25/1/2019).
Dia berharap, RUU tersebut memiliki kualitas sehingga mendorong pengembangan pesantren dan pendidikan keagamaan ke arah yang lebih baik.
Baca juga: Atas Polemik Sekolah Minggu di RUU Pesantren, Pemerintah Siapkan Draf Sandingan
RUU ini, kata dia, diharapkan bisa mengakomodasi berbagai kebutuhan pesantren dalam menjalankan fungsi dan perannya untuk membangun negara dan bangsa.
Lukman mengatakan, pihaknya telah melakukan koordinasi lintas lembaga untuk menyatukan sudut pandang dalam merumuskan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang merupakan usulan DPR.
RUU tersebut, kata Lukman, akan semakin menegaskan roh pesantren yang sejati sehingga tidak ada pendomplengan oleh orang-orang tertentu.
Baca juga: Temui Ulama dan Pimpinan Ponpes di Aceh, Jokowi Jelaskan RUU Pesantren
Ia mengatakan suatu lembaga dapat disebut pesantren jika ada kiai, kitab-kitab yang dikaji, dan persyaratan lainnya yang harus dipenuhi.
Pesantren, kata dia, sejak dahulu dikenal sebagai media mempromosikan Islam rahmat untuk alam semesta, bukan sebaliknya penyebar paham radikalisme dan ekstremisme.
"Tidak boleh lagi ada yang mengklaim misalnya sebuah padepokan mengatasnamakan pesantren, tetapi tidak ada kiainya, tidak ada kitab yang dikajinya," katanya.