KOMPAS.com - Mahalnya harga tiket pesawat pada era 1980-an, menjadikan seseorang lebih memilih jalur laut saat melakukan perjalanan antar-pulau. Kapal laut tentu saja menjadi pilihan saat itu.
Salah satu kapal laut yang melayani penumpang antar-pulau pada periode 1980-an adalah KMP Tampomas yang dikelola oleh PT Pelni.
Awalnya Tampomas dikenal setelah melayani perjalanan haji. Namun, setelah itu rute berubah untuk melayani lintas pulau, dan Tampomas hadir dengan generasi keduanya, yaitu Tampomas II.
Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, KMP Tampomas II dijadwalkan bertolak dari Tanjung Priok pada 24 Januari 1981 dengan tujuan akhir di Ujung Pandang (Makassar). Perjalanan ketika itu dijadwalkan dua hari dua malam dan pada 26 Januari 1981 sampai di tujuan.
Tepat pukul 19.00 WIB, kapal itu meninggalkan Jakarta dengan membawa 980 penumpang dewasa, 75 anak-anak dan sekitar 85 awak kapal. Tampomas membawa sekitar 191 mobil dan 200 motor di dalamnya.
Baca juga: Mengenang Tragedi Bintaro, Catatan Hitam dalam Sejarah Kereta Api..
Pada 25 Januari 1981 ketika berada di dekat Kepulauan Masalembu, sebelah utara Pulau Kangean, Jawa Timur kapal mulai menunjukkan hal yang tak biasa. Mulai muncul asap dari bagian mesin kapal.
Kondisi perairan sekitar juga sedang terjadi badai besar, yang mengakibatkan kebocoran pada bagian-bagian tertentu dari kapal. Tangki bahan bakar juga mengalami kebocoran beberapa saat selanjutnya.
Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 27 Januari 1981, sekitar pukul 23.00 Wita mesin kapal mulai terlihat mengalami kebakaran. Mesin utama mati dan generator darurat pun gagal. Usaha pemadaman pun dihentikan karena sudah tidak memungkinkan.
Kapten kapal Abdul Rivai ingin membawa kapal menuju pulau terdekat. Namun, karena baling-baling dan mesin kapal tak berfungsi normal, kapal tetap terombang ambing dengan cuaca yang tak mendukung.
Kondisi ini mengakibatkan Tampomas II harus terpaksa lempar sauh pada sekitar wilayah tersebut. Asap hitam mulai keluar dan menyembul ke udara. Muncul suara ledakan dari dalam kapal.
Sekoci-sekoci mulai diturunkan, namun karena kegelisahan yang besar mengakibatkan penumpang langsung terjun ke laut untuk menyelamatkan diri.
Berita SOS mulai diberlakukan oleh kapal ini untuk meminta bantuan, namun tak berfungsi normal. Tampomas II dalam keadaan berbahaya ketika itu.
Baca juga: Tragedi Bintaro 19 Oktober 1987, Tanah Jakarta Berwarna Merah....
KM Sangihe yang ketika itu berlajar dari Pare-Pare menuju Tanjungperak Jakarta menerima berita tersebut dan mendekat.
Kondisi cuaca dan badai mengakibatkan kapal ini haya mampu mendekat berjarak 75 meter saja dan memberikan tali agar penumpang bisa diselamatkan.
Sekoci Sangihe juga diterjunkan untuk mengevakuasi penumpang yang nekat menceburkan diri ke laut. Setelah kebakaran mulai bisa teratasi, penumpang sudah mulai tenang.
Sebagian dari mereka sudah menggunakan pelampung bergegas menuju KM Sangihe.
Selain Sangihe, juga mendekat kapal-kapal lain seperti KM Adhiguna Karunia dan KM Sengata. Ada juga pesawat yang datang untuk melihat kondisi kapal yang terbakar ketika itu dan berusaha membantunya.
Penumpang banyak berpencar di laut untuk menyelamatkan diri masing-masing.
Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 28 Januari 1981, setidaknya sudah ada 300 orang yang telah diselamatkan di KM Sangihe.
Selain itu, Tampomas II juga masih menerima bantuan makanan untuk korban yang masih terjebak di atas kapal. Makanan itu tersedia dalam kantong plastik serta air minum yang tersedia dalam sejumlah dirigen. Bantuan dibungkus agar tak pecah kecika diturunkan dari udara.
Saluran komunikasi juga diperbaiki. Nahkoda Tampomas II Rifai dimodali walkie talkie agar bisa tetap berkomunikasi. Namun, semua tak terencana dengan baik. Walau ada upaya perbaikan pasca-kebakaran, kapal itu tenggelam.
Pada 27 Januari 1981, pukul 12.45 WIB KMP Tampomas II tenggelam ke dasar laut. Sekitar 288 korban tewas di dek bawah. Kapten kapal merupakan orang yang ikut tewas dalam kapal tersebut karena akan tetap berada di atas kapal
Tenggelamnya kapal yang diawali kebakaran ini menjadi bencana nasional ketika itu. Banyak spekulasi mengenai tenggelamnya kapal selain umur kapal ataupun mengenai nahkoda.
Peristiwa ini kemudian dikenang oleh musisi legendaris Iwan Fals dalam sebuah lagu berjudul "Celoteh Camar Tolol dan Cemar". Iwan Fals menceritakan derita penumpang saat kapal terbakar, hingga mengkritik lambatnya penanganan serta proses pembelian kapal.
Simak penggalan liriknya:
Api menjalar dari sebuah kapal
Jerit ketakutan, keras melebihi gemuruh gelombang
yang datang
Sejuta lumba lumba mengawasi cemas
Risau camar membawa kabar
Tampomas terbakar
Risau camar memberi salam
Tampomas Dua tenggelam