JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat pelestarian ekosistem di Taman Nasional (TN) Komodo tidak berjalan dengan baik.
Hal itu dikarenakan penegakan hukum yang tidak cepat dalam memberantas perburuan ilegal terhadap rusa, kerbau, dan mata rantai makanan lainnya.
"Paling penting itu adalah penegakan hukum. Sampai sekarang belum ada satu pun yang ditangkap terkait maraknya perburuan ilegal seperti rusa dan mata rantai makanan lainnya. Ini salah satu yang paling penting di samping revitalisasi," kata Direktur Eksekutif Walhi Nusa Tenggara Timur (NTT) Umbu Wulang Tanaamah Paranggi ketika dihubungi via telepon, Jumat (25/1/2019).
Baca juga: KLHK: Soal Penutupan Taman Nasional Komodo Perlu Pembahasan Terperinci
Umbu merespons rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT yang akan menutup TN Komodo untuk revitalisasi. Menurutnya, rencana tersebut sejatinya diimbangi dengan penegakan hukum terhadap perburuan liar yang terjadi selama ini.
Berdasarkan pengakuan warga yang ditemui Walhi, perburuan liar ilegal sudah terjadi sejak tahun 1990-an. Namun, informasi itu baru mencuat pada tahun 2000-an.
"Ada kasus yang berhasil ditangkap, tapi setelah itu tidak ada lagi kabar ke masyarakat terkait bagaimana proses penegakan hukum terhadap pelakunya," tegasnya.
Baca juga: Peningkatan Wisatawan ke TN Komodo Disebut Berdampak ke Ekonomi Daerah
Salah satu kemungkinan mengapa perburuan liar terjadi, karena rakyat sekitar TN Komodo juga membiarkan atau bahkan terlibat dengan alasan kebutuhan ekonomi dengan menjual kulit rusa, kerbau, dan hewan lainnya.
Umbu memaparkan, proses sosialisasi ke masyarakat oleh Pemprov NTT tentang pentingnya mata rantai makanan komodo juga praktis tidak ada. Padahal, hal itu penting agar masyarakat juga ikut mengawasi perburuan liar.
"Akar masalahnya di sistem yang parsial dan sektoral. Maka dari itu, sistem tidak berjalan maksimal yang membuat celah terjadinya perburuan liar dan pengerusakan di Taman Nasional Komodo," tuturnya.
Baca juga: Wacana Penutupan Taman Nasional Komodo Masih Dibicarakan KLHK dengan Pemda
Tak pelak, lanjutnya, daya dukung ekosistem di TN Komodo terus mengalami penurunan mulai dari mata rantai makanan hingga lingkunganya.
"Ini akan berbahaya bagi kelangsungan komodo dan kehidupan masyarakat setempat. Upaya Pemprov ini sebenarnya adalah evaluasi bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) bahwa selama ini ada yang keliru dalam pengelolaan Taman Nasional Komodo," imbuhnya kemudian.
Baca juga: Isu Ditutup, KLHK Sebut Wisatawan Tetap Bisa Liburan ke Taman Nasional Komodo
Lebih jauh, ujar Umbu, selain perburuan liar, pelestarian TN Komodo juga makin terhambat karena adanya wacara pembangunan villa dan hotel di kawasan tersebut yang tidak ramah lingkungan.
"Berpotensi makin rusaknya ekosistem komodo akibat aktivitas pariwisata yang tidak ramah lingkungan," pungkasnya.
Sebelumnya, Gubernur NTT Viktor Lasikodat menyebut revitalisasi menjadi alasan utama dirinya menutup Taman Nasional Komodo.
"Pulau Komodo ini kita revitalisasi sehingga menjadi taman yang indah, kemudian rantai makan seperti kerbau dan rusa itu selalu tersedia dan banyak," ucapnya.
Baca juga: Menteri LHK Tegaskan Gubernur NTT Tak Bisa Langsung Tutup TN Komodo
Untuk revitalisasi, Pemprov NTT akan memperbaiki ketersediaan makanan untuk komodo. Juga, akan menata taman bunga di wilayah TN Komodo secara baik.
Kendati demikian, Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar menegaskan bahwa Pemprov NTT tidak bisa langsung menutup TNl Komodo untuk kepentingan revitalisasi karena kewenangannya ada di tangan pemerintah pusat.
"Iya belum bisa (ditutup), pemerintah daerah harus konsul dan harus di dalam koridor urusan yang ditangani oleh Dirjen Konservasi (Kementerian LHK)," kata Siti di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Menurut dia, Kementerian LHK memang memberikan ruang bagi taman nasional di seluruh Indonesia untuk menjadi sumber pusat pertumbuhan wilayah.
"Jadi saya kira ide pak Gubernur kita harus dengar. Tapi saya sudah bilang dengan Pak Dirjen dan sekarang sedang dikerjakan, kumpulkan semua informasi dari lapangan di taman nasional. Sudah ada master plan dan ada zona zonanya dan sekaligus cek apa yang jadi masalah," kata dia.