Tentu saja, hal ini tidak banyak memberikan gambaran sejauh mana Jokowi memberikan rasa aman terhadap kebebasan berpendapat di Indonesia.
Selain itu, perdebatan tentang "kebijakan berperspektif gender" juga jauh dari substansi persoalan.
Pada kesempatan tersebut, Jokowi justru bertanya tentang jumlah pengurus perempuan dalam yang dipimpin Prabowo, dan membandingkannya dengan jumlah menteri perempuan di kabinet Jokowi.
Prabowo, di sisi lain, menjawabnya secara defensif dengan menyebutkan pengurus perempuan di Partai Gerindra.
Meskipun hal tersebut merupakan sebagian kecil dari peningkatan partisipasi perempuan, ada banyak isu kebijakan yang lebih substantif dan penting terkait dengan peningkatan peran perempuan.
Contohnya adalah fasilitas terhadap ibu menyusui di tempat-tempat umum, pengurangan gender pay gap di banyak profesi, atau soal hak-hak perempuan di pabrik (terkait cuti hamil atau jam kerja).
Di sisi lain, Prabowo-Sandiaga juga melakukan hal-hal yang tidak terkait dengan substansi perdebatan. Prabowo, misalnya, mengakui tidak mengetahui perihal caleg mantan koruptor di partainya.
Bahkan, ia menuturkan bahwa jika korupsinya tidak seberapa, maka tidak masalah. Ia juga mempersilakan nanti rakyat memutuskan sendiri pada pemilihan calon anggota legislatif.
Selain itu, Prabowo juga menjelaskan soal menaikkan tax ratio untuk menggaji pejabat agar tidak korupsi. Padahal, capaian tax ratio saat ini pun sudah melebihi target yang diutarakan oleh Prabowo.
Selain itu, pendekatan gaji tinggi tidak serta-merta menjadi obat mujarab dalam pencegahan tindak pidana korupsi. Dalam konteks lain, Prabowo menekankan ingin menjadi Chief of Law Enforcement Officer, yang justru terkesan ingin mengintervensi penyelenggaraan penegakan hukum.
Baik Jokowi maupun Prabowo terlihat lebih banyak mengeksplorasi pengalaman diri daripada arah kebijakan ke depan.
Alih-alih memberikan blueprint kebijakan, Sandiaga justru berkali-kali menceritakan kasus-kasus di lapangan yang ia temui untuk menunjukkan citra bahwa ia dekat dengan masyarakat.
Hal ini tentu tak banyak menceritakan kebijakan antikorupsi dan penegakan hokum yang dilakukan oleh presiden.
Klaim senada juga diungkapkan oleh Prabowo yang pernah mendirikan satuan antiteror dalam kariernya di TNI.
Jokowi juga banyak melihat capaian menteri-menterinya alih-alih memberikan arah kebijakan. Di sisi lain, Ma'ruf Amin banyak mengaitkan pertanyaan dengan pengalamannya memimpin Majelis Ulama Indonesia dan mengeluarkan fatwa bahwa teroris bukanlah jihad.