Oleh: Angga Fauzan dan Ahmad Rizky M Umar
DEBAT perdana dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 sudah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Kamis (17/1/2019).
Pada debat pertama kali ini, kedua kandidat mengusung tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme dan mengeksplorasi visi, misi, serta kebijakan masing-masing.
Kami melihat bahwa debat penting untuk pendewasaan politik Indonesia. Namun, kualitas perdebatan perlu ditingkatkan agar proses kampanye -–yang penting dalam Pemilu--menjadi lebih terarah.
Untuk itu, kami akan mulai dengan mendiskusikan visi dan misi, serta arah kebijakan umum dari kedua kandidat di isu yang diperdebatkan.
Pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin menegaskan soal visi besar "Indonesia Maju" yang mengedepankan sistem hukum yang adil, supremasi hukum, reformasi kelembagaan, penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi, sinergisasi antarlembaga, penguatan sistem manajemen hukum serta budaya taat hukum.
Sementara itu, terorisme akan dihadapi dengan pembinaan ekonomi, sosial, agama, pendekatan persuasif, serta penegakan hukum.
Pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, di sisi lain, mengedepankan visi besar "Indonesia Menang". Secara umum, keduanya mengedepankan beberapa cita-cita untuk menjadi negara yang berhasil, seperti swasembada pangan, bahan bakar, dan air bersih serta lembaga pemerintahan yang kuat dan berintegritas.
Prabowo-Sandiaga melihat bahwa korupsi harus diberantas dari sisi muara, yakni gaji yang cukup serta jaminan kualitas hidup yang baik bagi para pemilik wewenang.
Meskipun cukup menarik, kami berpendapat bahwa ada tiga hal penting yang perlu dikritisi dalam perdebatan pertama tersebut.
Ketiganya adalah janji yang tidak substantif dan tidak merespons pokok persoalan, performa yang blunder, dan statement yang lebih banyak mengeksplorasi pengalaman dan "kelebihan diri" daripada adu gagasan.
Mari membedah ketiga hal tersebut secara lebih mendetail. Kedua kandidat memberikan janji-janji politik yang cukup lazim disampaikan ketika kampanye. Namun demikian, sebagian besar bersifat normatif.
Ada beberapa hal yang tidak terduga diucapkan oleh para kandidat sehingga terkesan blunder, dan proses debat kedua kandidat menjadi tak terarah.
Kubu Jokowi-Ma'ruf terkesan enggan menyentuh perkara pelanggaran hukum dengan beberapa kali memberikan jawaban berupa saran.
Ketika bicara tentang persekusi terhadap kritikus pemerintah, misalnya, Jokowi-Maruf justru secara normatif menyarankan untuk melaporkan kasus pelanggaran agar diproses secara hukum.