JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir yang tergabung dalam Tim Pengacara Muslim (TPM) bertemu Wakil Ketua DPR Fadli Zon di ruang kerja pimpinan DPR, gedung Nusantara III, Kompleks Parlemem, Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Dalam pertemuan tersebut pada intinya mengadu soal janji Presiden Joko Widodo mengenai pembebasan tanpa syarat Ba'aayir.
Mereka juga meminta DPR untuk membantu menagih janji tersebut.
Setidaknya ada lima poin utama yang disampaikan tim kuasa hukum kepada Fadli. Mulai status Yusril saat bertemu Ba'asyir hingga syarat ikrar setia pada NKRI.
Baca juga: Polemik Pembebasan Baasyir: Antara Kemanusiaan dan Hukum
1. Pertemuan antara Yusril dan Ba'asyir
Tim kuasa hukum menuturkan bahwa Yusril Ihza Mahendra datang menemui Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, sebanyak dua kali, yakni pada 12 dan 18 Januari 2018.
Baca juga: Bola Ada di Tangan Abu Bakar Baasyir...
Dalam pertemuan tersebut, Yusril menawarkan pembebasan tanpa syarat bagi Ba'asyir. Yusril menegaskan tidak ada syarat yang diterapkan bagi Ba'asyir.
Selain itu, pihak kuasa hukum juga tidak diharuskan untuk mengurus keperluan administrasi terkait pembebasan tanpa syarat Ba'asyir.
2. Status Yusril pengacara Jokowi-Ma'ruf
Saat ditanya Fadli mengenai status Yusril bertemu Ba'asyir, salah satu pengacara, Achmad Michdan, menuturkan bahwa Yusril datang sebagai pengacara pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Hal itu juga dibenarkan oleh kuasa hukum Ba'asyir yang lain, Mahendradatta.
Mahendra mengatakan, sesuai aturan yang berlaku, hanya pihak keluarga, kuasa hukum dan pejabat yang diizinkan bertemu Ba'asyir.
"Aturannya itu yang boleh menemui Ustadz itu hanya keluarga atau penasihat hukum. Itu aturannya. Jadi enggak akan bisa datang, masuk sebagai pribadi. Itu confirmed," kata dia.
3. Tagih janji pembebasan tanpa syarat
Dalam pertemuan itu, Mahendradatta meminta bantuan kepada Fadli untuk menagih janji Presiden Joko Widodo yang disampaikan melalui Yusril soal pembebasan tanpa syarat Ba'asyir.
Mahendradatta menyayangkan Presiden Jokowi tidak menepati janji pembebasan tanpa syarat.
Baca juga: Soal Baasyir, JK Sebut Tak Mungkin Buatkan Peraturan Hanya untuk 1 Orang
Ia juga menegaskan Ba'asyir tidak pernah meminta untuk dibebaskan jika harus disertai syarat-syarat tertentu.
"Jadi intinya kami datang ke sini ingin menagih janji. Bagaimana mengenai janjinya bapak presiden? Katanya sudah mau membebaskan Ustadz berdasarkan kemanusiaan. Tapi kemudian harus tanda tangan ini itu," kata Mahendra.
"Bagaimana kok janjinya berubah? Ini kan persoalan nasib warga negara. Ustadz itu masih warga negara kemudian diangkat masalah tidak mau menandatangani ikrar. Padahal belum pernah disodorkan," tutur dia.
4. Syarat ikrar setia NKRI
Mahendradatta berpendapat bahwa syarat menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI secara tertulis tidak dapat diterapkan dalam konteks pembebasan Ba'asyir.
Syarat tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Mahendradatta menjelaskan, Peraturan Pemerintah tersebut terbit pada November 2012.
Sementara kasus Ba'asyir berkekuatan hukum tetap pada Februari 2012. Putusan kasasi, Ba'asyir dihukum penjara 15 tahun penjara sesuai vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jateng, itu terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Dengan demikian, kata Mahendradatta, peraturan tersebut tidak berlaku bagi Ba'asyir sebab sistem hukum di Indonesia tidak berlaku surut.
"UUD kita sudah jelas menerapkan asas non-retroaktif," ujar Mahendradatta.
Ia menambahkan, jika mengacu pada peraturan perundang-undangan lain, Ba'asyir berhak mendapatkan pembebasan bersyarat, seperti tercantum dalam Pasal 14 huruf K Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Sementara, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan seorang terpidana berhak mendapat pembebasan bersyarat apabila telah menjalani 2/3 masa hukumannya.
"Setelah itu tidak ada syarat lain. Itu kan artinya UU tidak memerintahkan begitu (menyatakan ikrar setia kepada NKRI secara tertulis)," kata Mahendradatta.
5. Ba'asyir minta remisi
Mahendradatta mengungkapkan kliennya juga sempat meminta remisi atau pengurangan masa hukuman kepada pemerintah.
Permintaan itu diucapkan Ba'asyir saat bertemu pengacara Yusril Ihza Mahendra. Namun Mahendradatta tidak menjelaskan apakah permintaan tersebut dilontarkan pada pertemuan tanggal 12 atau 18 Januari 2018.
"Ustadz juga ngomong ke Pak Yusril, kalau mau menolong saya, itikad baik mau menolong saya, tolong kasih remisi saja yang besar," ujar Mahendradatta.
Menurut Mahendradatta, secara hukum pemberian remisi dengan jumlah yang besar dapat dilakukan oleh pemerintah.
Ia mencontohkan, pemberian remisi terhadap terpidana kasus perbankan sekaligus mantan bos Bank Century Robert Tantular.
"Bos Century itu, Robert Tantular kan 77 bulan remisinya. Jadi kalau memang mau menolong kasih aja remisi," kata Mahendradatta.
"Setelah Idul Fitri kan ada, Idul Fitri saja dikasih remisi kan selesai. Enggak ada polemik lagi sudah," tutur dia.
Kendati demikian, kata Mahendradatta, dalam pertemuan tersebut Yusril menawarkan pembebasan tanpa syarat bagi Ba'asyir.
Selain itu, Yusril juga meyakinkan bahwa Presiden Jokowi setuju dengan pembebasan tanpa syarat Ba'asyir atas dasar kemanusiaan.
"Tapi Pak Yusril bilang, udahlah Ustadz, enggak usah dipikirin, maunya bebas tanpa syarat," ucap Mahendradatta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.