Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Belum "Bergigi" Tangani Intoleransi dan Radikalisme di Kalangan ASN

Kompas.com - 23/01/2019, 17:16 WIB
Reza Jurnaliston,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kajian yang dilakukan Setara Institute menunjukkan bahwa pemerintah tak satu padu dalam menjalankan kebijakan dan program untuk meminimalisasi penyebaran intoleransi dan radikalisme di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Hal itu diungkapkan peneliti Institute Noryamin Aini saat menyampaikan hasil riset “Penguatan Peran APIP dalam Mencegah dan Melawan Radikalisme di Internal Institusi Pemerintah”.

Kajian tersebut dilakukan pada September hingga awal 2019.

Noryamin mengungkapkan, pemerintah belum "bergigi" dalam melakukan penindakan terhadap ASN yang diduga terlibat intoleransi dan radikalisme.

Baca juga: Perempuan Pekerja Sebut Intoleransi Jadi Ancaman Nyata bagi Perempuan

Ia menyebutkan, penegakan kode etik untuk memberikan sanksi berupa pemberhentian PNS yang terpapar radikalisme jauh lebih susah.

“Tidak mudah menghukum (PNS) orang yang terindikasi bersikap intoleran dalam bentuk perilaku keseharian,” kata Noryamin di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Rabu (23/1/2019).

Padahal, sudah ada UU dan tiga peraturan pemerintah yang bisa digunakan untuk pintu masuk penanganan intoleransi dan radikalisme di lingkungan ASN.

Misalnya, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, PP Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS; PP 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengawasan Intern Pemerintah (SPIP), dan PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Baca juga: Sikap Intoleransi akan Gerus Nilai Kebangsaan

Akan tetapi, Noryamin menilai, UU dan PP yang ada tidak secara eksplisit menyebutkan tentang pencegahan intoleransi dan radikalisme.

"Peraturan yang ada berkaitan dengan sistem pengawasan internal pemerintah itu terlalu berfokus pada model sifatnya tradisional,” kata dia.

Pengawasan bersifat nasional yang dimaksudnya adalah berbasis pada audit kinerja keuangan dan audit kepegawaian yang belum menyasar pada audit ideologi seorang PNS.

“Kalau ada indikasi penyimpangan, ada indikasi keterpaparan PNS dalam konteks radikalisme maka bisa digunakan model audit ketiga (audit ideologi),” kata Noryamin.

Pengawasan

Noryamin mengatakan, sebenarnya ada empat organ pemerintah dan dua kelompok independen yang memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja dan disiplin ASN.

Di lingkungan pemerintahan ada Lembaga Administrasi Negara yang berfokus pada penyelenggara pendidikan, penyiapan kurikulum, dan pembinaan SDM ASN.

Baca juga: Menag: Cegah Intoleransi, Guru Besar Perlu Terjun ke Masyarakat, Bicara di Media Sosial

 

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang bertugas membentuk kebijakan kepegawaian, lalu Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), serta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

“Komisi Aparatur Sipil Negara yang bertugas mengawasi kalau ada terjadi penyimpangan dari perilaku-perilaku Aparatur Sipil Negara,” kata Noryamin.

Peneliti lainnya, Nadia Fausta memberikan catatan, belum adanya sistem atau instrumen yang mengatur rekrutmen CPNS dan memilih calon pejabat.

Menurut Nadia, diperlukan suatu instrumen untuk rekrutmen ASN yang baru saja dilakukan pemerintah.

“Rekrutmen merupakan tahapan yang sangat penting untuk mencegah radikalisme di pemerintahan, karena kalau dari bibitnya saja tidak disaring dengan baik bagaimana nanti mencegah,” kata Nadia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com