Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pejabat Istana Saling Lempar soal Grasi Jokowi untuk Pembunuh Wartawan

Kompas.com - 23/01/2019, 08:21 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Para pejabat di Istana Kepresidenan saling lempar saat ditanya soal grasi yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada I Nyoman Susrama. Susrama adalah terpidana yang menjadi otak pembunuh berencana wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, pada 2009 silam.

Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Kelas II B Bangli Made Suwendra membenarkan adanya grasi dari Presiden Jokowi untuk terpidana Susrama.

"Iya benar," jawabnya saat dikonfirmasi Tribun Bali, Senin (21/1/2018).

Baca juga: AS Selidiki Pembunuhan Wartawan James Foley

Menurut Suwendra, grasi yang diberikan kepada Susrama adalah perubahan hukuman dari pidana seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.

"Grasi yang didapat adalah perubahan hukuman. Dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman sementara. Hukuman sementara itu menjadi 20 tahun dari pidana penjara seumur hidup," kata dia.

Pejabat Istana saling lempar

Saat dikonfirmasi lebih jauh mengenai grasi ini, para pejabat di Istana Kepresidenan saling lempar. Sekretaris Kabinet Pramono Anung meminta wartawan untuk bertanya kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

"Tanya Pak Mensesneg. Grasi urusannya Mensesneg," kata Pramono di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/1/2019).

Sementara itu, Mensesneg Pratikno juga enggan menjawab pertanyaan wartawan seputar pemberian grasi ini. Ia meminta awak media bertanya kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Yasonna terkait hal ini.

Baca juga: Beritakan Pembalakan Liar, Wartawan Dikeroyok Belasan Orang

"Tanya Menkumham-lah ya. Tadi saya sudah ditelepon Menkumham, 'Kalau tanya, suruh tanya ke saya'. Jadi Pak Menkumham tahu parameternya," kata Pratikno.

Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo juga menyampaikan jawaban yang sama saat ditanya soal grasi untuk Susrama.

"Coba tanya ke Menkumham, saya belum dapat info detailnya," kata Johan.

Namun, Menkumham yang ditemui wartawan di kantornya, Selasa malam kemarin, juga enggan bicara soal pemberian grasi untuk Susrama itu. Usai menjelaskan panjang lebar mengenai pembebasan Abu Bakar Ba'asyir yang masih dikaji, ia langsung berjalan cepat ke mobilnya. Ia enggan menanggapi wartawan yang bertanya soal topik lain, termasuk mengenai grasi untuk Susrama.

Selanjutnya: AJI bereaksi

AJI bereaksi

Aliansi Jurnalis Independen menyesalkan langkah Jokowi memberikan grasi terhadap I Nyoman Susrama. AJI menilai pemberian grasi ini sebagai langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers.

"Pemberian grasi dari seumur hidup menjadi 20 tahun ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers karena setelah 20 tahun akan menerima remisi dan bukan tidak mungkin nantinya akan menerima pembebasan bersyarat," kata Ketua AJI Denpasar Nandhang R. Astika.

Nandhang menjelaskan, pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa tahun 2010 silam menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Sebab, sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.

Baca juga: 5 Fakta Penganiayaan Wartawan di Maluku, Korban Mabuk Miras hingga Satu Pelaku Masih Buron

Karena itu, vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadilan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang masih banyak belum diungkap.

AJI Denpasar bersama sejumlah advokat, dan aktivis yang dari awal ikut mengawal Polda Bali tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam.

"Perlu waktu berbulan-bulan dan energi yang berlebih hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali," kata Nandhang.

Nandhang menegaskan, meski presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi sesuai diatur UU Nomor 22 Tahun 2002 dan perubahanya dalam UU Nomor 5 Tahun 2010,  seharusnya ada catatan maupun koreksi baik dari Kemenkumham RI dan tim ahli hukum presiden sebelum grasi itu diberikan.

"Untuk itu AJI Denpasar menuntut agar pemberian grasi kepada otak pembunuhan AA Gde Bagus Narendra Prabangsa untuk dicabut atau dianulir," kata Nandhang.

Karena berita

Kasus pembunuhan Prabangsa ini berhasil diungkap polisi meskipun para pelaku telah berupaya keras menghilangkan jejak.

Eksekusi terhadap korban dilakukan di rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli, sekitar pukul 16.30 hingga 22.30 Wita, pada 11 Februari 2009.

Susrama menjadi aktor intelektual dalam kasus pembunuhan terhadap Prabangsa ini. Pembunuhan diduga terkait pemberitaan kasus dugaan penyimpangan proyek di dinas pendidikan dalam pembangunan sekolah TK Internasional di Bangli.

Susrama memerintahkan dua anak buahnya untuk menghabisi korban di belakang rumahnya.

Mayat korban kemudian dibuang di tengah laut Padangbai, Klungkung.

Mayatnya kemudian ditemukan mengambang di laut Padangbai, Klungkung, pada 16 Februari 2009 dalam kondisi mengenaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com