Akses ke teknologi Lockheed Martin hanya bisa dibuka bila ada peningkatan status hubungan antara Indonesia dan AS, seperti yang terjadi pada India.
Presiden Barack Obama pada 2016 mengakui India sebagai "mitra utama bidang pertahanan" yang bisa mengakses hampir semua teknologi militer AS.
Pada pertengahan 2018, Presiden Donald Trump menaikkan status India ke STA-1, sekaligus menjadikannya negara Asia ketiga setelah Jepang dan Korea Selatan yang dianggap setara anggota NATO.
Baca juga: Kelanjutan Program Pembuatan Pesawat Tempur KF-X/IF-X Belum Jelas
Status istimewa itu bisa diraih India setelah negosiasi alot selama satu dekade. Walau bukan mustahil, sulit dibayangkan Indonesia bisa meraihnya dalam waktu dekat, terutama ketika sedang berupaya menjadi penyeimbang pengaruh antara AS dan China di kawasan.
Karena itu, mengingat nilai teknologi yang akan didapat ternyata jauh dari harapan, para penentu kebijakan sektor pertahanan Indonesia pada awal 2018 hampir memutuskan keluar dari program KF-X.
Terlebih lagi, Indonesia punya pengalaman lebih panjang daripada Korea Selatan dalam pengembangan pesawat, sehingga alih teknologi di KF-X sebetulnya juga berjalan dua arah.
TNI AU selaku calon pemakai KF-X juga merasa bahwa pesawat yang dihasilkan program ini tanggung, tak cukup canggih untuk menghadapi tantangan masa depan ketika langit kawasan akan dipenuhi jet tempur generasi ke-5.
Dalam satu dekade ke depan, Australia dan Singapura berencana mengoperasikan F-35, sedangkan China sudah menyiapkan dua pesawat tempur siluman. Sejumlah negara Eropa seperti Inggris, Jerman, dan Prancis bahkan sudah mengumumkan rencana pengembangan pesawat tempur generasi ke-6.
Memang, keterlibatan Indonesia dalam program KF-X tak melulu hanya soal peningkatan kemampuan pertahanan, tetapi juga terkait aspek politis.
Lamanya Indonesia membuat keputusan soal KF-X, dari menunda pembayaran sejak 2017 sampai keputusan negosiasi ulang pada Oktober 2018, lebih terkait dengan adanya kekhawatiran bahwa keputusan mundur dari program ini akan merusak hubungan bilateral yang sudah demikian erat.
Korea Selatan saat ini menduduki peringkat kelima investasi asing di Indonesia.
Karena itu, tak perlu menunggu sampai Oktober 2019 untuk bisa mengetahui hasil dari negosiasi ulang KF-X. Dengan tenggat yang sudah ketat untuk KF-X, Korea Selatan hanya perlu menambal kekurangan 5 persen dari biaya pengembangan yang tidak akan dibayar Indonesia.
Hak untuk produksi dan mengekspor KF-X juga bukan hal yang berat untuk diberikan kepada Indonesia. Dalam program sejenis seperti Eurofighter, saham minoritas seperti yang dimiliki Spanyol bukan penghalang untuk bisa merakit sendiri dan mendapat jatah pasar penjualan pesawat.
Baca juga: KF-X/IF-X dan Mimpi Jet Tempur Indonesia
Korea Selatan bisa menjadikan hak produksi dan menjual ini sebagai pemanis untuk membuat Indonesia mau bertahan di program KF-X.
Patut diduga, semua itu demi mempertahankan pengaruh yang sudah ditanam dan sebelumnya telah berhasil menjadikan Indonesia sebagai pembeli pertama pesawat latih KT-1, jet latih T-50, dan kapal selam Chang Bogo.
Program KF-X akan membuka jalan lebih lebar bagi Korea Selatan untuk menciptakan semacam hegemoni struktural di sektor pertahanan Indonesia.
Meski demikian, sekali lagi, ketergantungan Korea Selatan terhadap teknologi AS masih akan menjadi hambatan bagi pewujudannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.