“Mereka sampai sekarang berjuang mencari keadilan, tapi ternyata tidak mudah walau Indonesia adalah negara hukum,” kata Sumarsih yang ditemui dalam dikusi publik 12 tahun Kamisan di Gedung Joang 45, Jakarta, Rabu (16/1/2019).
Baca juga: Aksi Kamisan Bentangkan Spanduk Berisi Pernyataan Hendropriyono, SBY, hingga Jokowi
5. Sampai kapan Kamisan terus digelar?
Sumarsih mengisahkan, sejak awal menggelar Kamisan, dirinya pernah mengungkapkan bahwa Kamisan berhenti jika hanya tersisa tiga orang yang melakukan aksi.
“Namun hingga kini justru yang ikut Kamisan makin banyak, terutama anak muda. Sekecil apapun itu harapannya, kami akan terus melakukan Kamisan,” ungkap Ibu dari Bernardinus Realino Norma Irmawan (Wawan), mahasiswa Unika Atma Jaya Jakarta yang tertembak saat kerusuhan Mei 1998.
6. Didukung anak muda
Seperti yang diungkapkan Sumarsih, banyak anak muda yang kini ikut berpartisipasi dalam menyerukan Kamisan. Dia menyebut sudah banyak mahasiswa yang membuat skripsi, disertasi, film, lagu, hingga esai foto tentang Kamisan.
Baca juga: Sudah Bertemu Jokowi, Keluarga Korban Tetap Akan Gelar Aksi Kamisan
“Siswa SMP dan SMA pun ada yang ikut. Yang membuat film bahkan mendapatkan penghargaan seperti film Payung Hitam karya Chairun Nissa yang diputar di festival film luar negeri,” ucap Sumarsih.
Menurutnya, Kamisan adalah aksi kerja sama dengan aktivis lainnya. Ia mencontohkan, di Ternate, Palu, dan Samarinda memulai Kamisan yang digagas anak muda.
7. Alami pelarangan
Sumarsih menyebut di Indonesia sudah ada 30 kota yang menggelar Kamisan hingga saat ini. Namun demikian, di beberapa kota ada yang mengalami pelarangan Kamisan, bahkan dituduh bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI).
“Di Bogor pernah dilarang oleh polisi dan juga ada organisasi masyarakat (ormas) yang menganggap anggota Kamisan adalah orang-orang PKI,” imbuhnya.
Baca juga: Aksi Kamisan ke-552 dan 14 Tahun Meninggalnya Munir...
Tak hanya di Bogor, lanjutnya, di Bukittinggi, Sumatera Barat, juga pernah dilarang di aksi Kamisan ke-13 lantaran dianggap PKI.
8. Ada 540 surat tidak direspons presiden
Dalam aksi Kamisan ke-570, kata Sumarsih, aktivis dan korban pelanggaran HAM akan menyerahkan buku memori yang berisi 540 lembar surat.
“Itu surat-surat yang pernah kami kirim ke presiden era SBY dan Jokowi. Akan kami serahkan agar siapapun pemimpin yang baru akan menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat,” ujarnya.
Baca juga: Soal Pertemuan Jokowi dengan Peserta Kamisan, Istana Bantah karena Tahun Politik