Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isu HAM dan Korupsi Dinilai Tak Untungkan Prabowo dalam Debat Pertama

Kompas.com - 17/01/2019, 01:21 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menilai tema korupsi dan pelanggaran HAM dalam debat capres besok tidak menguntungkan bagi pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Ia menilai pasangan calon nomor urut 02 itu tidak memiliki ruang yang besar untuk menyampaikan komitmennya terhadap isu korupsi dan HAM karena didukung oleh keluarga Soeharto lewat Partai Berkarya.

"Partai Berkarya tentu bicaranya tidak semata-mata tentang dugaan korupsi, tapi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia," kata Wahyudi saat dihubungi, Rabu (16/1/2019).

Baca juga: Partai Berkarya: Julukan Bapak Korupsi Tak Pantas untuk Soeharto

Menurut Wahyudi, bicara pelengseran Orde Baru dengan sejarah Reformasi 1998 tak hanya soal suara mahasiswa yang melawan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di era Soeharto. Perjuangan mahasiswa juga dilandasi oleh pelanggaran HAM yang terjadi dalam kurun waktu 1965 hingga 1998.

"Itu yang menjadi perdebatan serius ketika mereka mengklaim 'enak zaman Soeharto'. Karena bagi para aktivis HAM tentu itu satu masa kelam di mana kebebasan itu diberangus, ditutup sedemikian rupa sehingga kontrol terhadap pemerintah tidak ada. Media dikontrol, informasi dibatasi dan seterusnya," ujarnya

Wahyudi pun menyoroti kampanye Berkarya yang kerap mempromosikan era Soeharto.

"Apakah kemudian berarti akan mengulang seluruh praktik-praktik korup di masa lalu. Tentu kita tidak menginginkan itu," tambahnya.

Baca juga: Jika Lolos ke Senayan, Partai Berkarya Perjuangkan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

Sementara Jokowi, menurut Wahyudi, memang masih memiliki PR soal penuntasan kasus HAM masa lalu. Namun ia menilai, sebenarnya penuntasan kasus HAM masa lalu itu merupakan warisan pemerintahan sebelum Jokowi.

"Selama 10 tahun ada kemandegan penyelesaian kasus kemanusiaan masa lalu," katanya.

Dia mengatakan, pada 2009 DPR mengeluarkan rekomendasi : cari orang hilang, bentuk pengadilan ad hoc, ratifikasi konvensi penghilangan orang secara paksa, dan pemulihan bagi korban.

"Tapi pembentukan pengadilan ad hoc belum terlaksana. Ini sulit terurai untuk menyelesaikan kasus kemanusiaan masa lalu," ujar dia.

Menurut dia, Presiden Jokowi sendiri sebenarnya sudah berkomitmen menyelesaikan kasus HAM masa lalu. Salah satunya lewat simposium 1965.

"Tapi ketika ada simposium 1965, justru berlangsung simposium tandingan. Sehingga inisiatif itu diserang isu komunisme," ujar Wahyudi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Nasional
Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Nasional
Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Nasional
Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Nasional
Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Nasional
Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak 'Online'

Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak "Online"

Nasional
Ketum Projo Nilai 'Amicus Curiae' Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Ketum Projo Nilai "Amicus Curiae" Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Nasional
Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com