Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Minta Kemenkes Perhatikan 4 Hal untuk Cegah Korupsi Alkes

Kompas.com - 16/01/2019, 14:52 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengungkapkan ada empat hal yang perlu menjadi perhatian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam pencegahan korupsi terkait alat kesehatan (Alkes).

Pertama, percepatan implementasi e-catalogue dalam pengadaan alat kesehatan. Menurut Pahala, implementasi e-catalogue alat kesehatan sejak 2013 belum berjalan efektif.

"Kita rasa tidak ada yang berubah dari kasus-kasus yang ada dan kalau kita teliti ternyata karena di e-catalogue untuk alat kesehatan ini berjalan sangat lambat, hanya sedikit. Itu hanya 35 persen dari produk yang ada nomor izin edarnya yang tayang di katalog, jadi 65 persen masih di lelang biasa," papar Pahala dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/1/2019).

Selain itu hanya 7 persen penyedia alat kesehatan yang masuk di dalam katalog. Sementara sisanya mengikuti proses lelang biasa di berbagai daerah.

Baca juga: Puluhan Dokter Demo di Kejari Pekanbaru, Protes Tuduhan Korupsi Alkes 3 Rekannya

Pahala menjelaskan, penyedia alat kesehatan pada umumnya menginginkan pengadaan dilakukan melalui e-catalogue tersebut. Sebab, mereka seringkali harus memberikan sesuatu berupa uang atau hadiah kepada oknum tertentu.

"Menurut pengakuan mereka, jarang sekali yang pengadaannya enggak harus kasih ini itu," ungkapnya.

Kedua, kata Pahala, KPK masih melihat adanya pemborosan pengadaan alat kesehatan yang cenderung tidak sesuai spesifikasinya, jumlahnya hingga operatornya.

KPK mendorong Kemenkes merevisi Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.

"Di situ kita minta di-detailkan sehingga daerah tahu pasti apa yang dibutuhkan spesifikasinya, jumlahnya berapa, serta kelengkapan apa yang dibutuhkan untuk ke alat kesehatan itu," kata dia.

Ketiga, KPK menyoroti sedikitnya produk alat kesehatan yang diawasi, baik sebelum dan sesudah beredar. Hal itu disebabkan, minimnya sumber daya manusia (SDM) yang melakukan pengawasan.

"Kita sarankan perbaikan di tingkat kementerian dan balai itu untuk lebih mengefektifkan pengawasan alat kesehatan," papar Pahala.

Baca juga: Kemenkes Beri Tenggat hingga Akhir Juni 2019 untuk Akreditasi Rumah Sakit

Keempat, perbaikan atau penyelesaian beberapa regulasi terkait alat kesehatan, salah satunya Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK). Hal itu juga guna menekan kecurangan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Kita pikir penting karena ini menjadi rujukan juga untuk JKN. Harus jelas dulu standarnya, nah itu PNPK itulah standarnya, kalau disebut harus A,B,C,D dilakukan, di luar itu mungkin kita bisa kategorikan sebagai kecurangan," ungkap Pahala.

Kemenkes akan perbaiki

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengakui implementasi e-catalogue alat kesehatan masih banyak hambatan. Namun, ia berjanji akan terus memperbaiki tata kelola pengadaan alat kesehatan bersama KPK.

Baca juga: Kejari Tahan 5 Terdakwa Korupsi Alkes Rumah Sakit, 3 di Antaranya Dokter

"Kami sudah mempunyai pengalaman untuk e-catalogue dari obat-obatan yang sekarang sudah memang berjalan, jauh lebih baik. Sehingga memang juga pengaturan-pengaturan termasuk pembelian alat kesehatan Ini harus diatur dengan sebaik-baiknya," kata Nila.

"Kami sudah mempersiapkannya yang akan berlaku nanti di tahun 2020. Kita akan melakukan berapa uji coba atau lebih awal lagi tadi baik untuk obat maupun untuk beberapa alat kesehatan yang kira-kira bisa kita lakukan atau uji coba," lanjut dia.

Kompas TV KPKtelah menerima pengembalian dana sebesar Rp 11 miliar dari Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin. Pengembalian dana tersebut terkait kasus suap proyek Meikarta.<br /> <br /> KPK pun mengapresiasi kerja sama pihak Neneng Hassanah untuk mengembalikan uang kasus suapitu. Meski tidak menghilangkan unsur pidana, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pengembalian uang itu dapat menjadi pertimbangan keringanan tuntutan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com