JAKARTA, KOMPAS.com - Isu penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) dinilai belum menjadi prioritas pasangan capres-cawpres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hal itu terlihat dalam dokumen visi misi kedua pasangan maupun diskursus yang terjadi selama masa kampanye.
Berdasarkan analisis lembaga Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, kedua pasangan calon cenderung mengedepankan isu pembangunan ekonomi.
"Mereka tidak punya perhatian yang cukup pada isu hukum dan HAM. Kalau melihat visi misi mereka yang jelas seperti itu," ujar Ketua KoDe Inisiatif Veri Junaidi dalam acara diskusi di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019) malam.
Baca juga: Menanti Pemerintahan yang Prioritaskan Isu Penegakan Hukum dan HAM...
Veri mengatakan, lembaganya telah menganalisis dan mengelompokkan 10 indikator untuk melihat isu apa yang menjadi prioritas masing-masing pasangan calon.
Hasil analisis tersebut menunjukkan isu perekonomian, pendidikan dan kebudayaan berada di posisi teratas.
Bahkan, kata Veri, hampir 50 persen program aksi mereka terkait ketiga isu tersebut. Sementara, isu penegakan hukum dan HAM berada di posisi 6.
Isu lain yang menjadi perhatian pasangan Jokowi-Ma'ruf, lanjut Veri, adalah soal tata kelola pemerintahan pusat dan pemerintah daerah.
Sebab, sebagai petahana, Jokowi memang menghadapi bagaimana sulitnya mengelola pemerintahan, soal pelayanan publik, birokrasi, hubungan pusat dan daerah.
Baca juga: Menuju Debat Perdana Pilpres 2019: HAM-Korupsi-Terorisme
Sedangkan Prabowo, karena belum pernah menjabat, maka lebih banyak menyoroti soal kesejahteraan.
"Oleh karena itu kalau berharap capres cawapres ini memberikan porsi lebih soal isu hukum ya faktanya mereka tidak punya perhatian yang cukup terhadap isu hukum," kata Veri.
Terkait penegakan hukum, ada lima kelompok isu yang menjadi fokus dalam program aksi dari kedua pasangan calon.
Kelima isu tersebut adalah reformasi hukum pidana dan lapas, reformasi hukum perdata, prinsip penegakan hukum, perundang-undangan dan pemberantasan korupsi.
Isu pemberantasan korupsi memiliki program aksi yang paling paling banyak, baik dalam visi misi Jokowi maupun Prabowo.
Namun, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menilai visi misi kedua pasangan calon terkait pemberantasan korupsi hanya sekadar jargon.
Baca juga: Jokowi Siap Jawab soal Kasus HAM hingga Teror Novel di Debat Perdana
Sebab, tidak ada tolok ukur jelas yang akan diterapkan selama lima tahun ke depan seandainya terpilih.
"Visi misi yang disampaikan itu sebetulnya hanya pada level jargon. Visi misi yang dijabarkan itu tidak bisa diukur. Tahun pertama mau berbuat apa, tahun kedua mau berbuat apa," ujar Tama.
Tama mengatakan, kedua pasangan calon memang bicara soal antikorupsi. Dalam visi misi, keduanya menegaskan soal pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Misalnya, penegasan soal pemberantasan mafia hukum dan korupsi di sektor peradilan.
Baca juga: Kubu Jokowi: Masalah HAM dan Korupsi Akan Sulitkan Prabowo Saat Debat
Namun, tidak ada ide konkret yang ditawarkan oleh kedua pasangan calon untuk mengimplementasikan program tersebut.
"Pertanyaannya, bagaimana caranya? Itu yang sebetulnya dibutuhkan oleh publik. Bagaimana mengukurnya? ini yang dalam pandangan saya seharusnya ditawarkan," kata Tama.
Lantas, muncul pertanyaan, mengapa isu penegakan hukum dan HAM harus mendapat prioritas kedua pasangan calon? Bukankah isu lain seperti ekonomi, pendidikan dan kebudayaan juga selayaknya menjadi priortitas?
Ketua YLBHI Asfinawati menjelaskan, HAM merupakan sebuah kata yang menjadi wujud nilai-nilai kemanusiaan dalam sistem hukum dan politik.
Baca juga: Komnas HAM: Presiden Terpilih Bertanggung Jawab Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat
Oleh sebab itu, jika HAM tidak diatur, maka tidak ada nilai kemanusiaan dalam sistem hukum dan politik suatu negara.
"Karena itu agar hukum tidak memakan manusia tapi hukum untuk manusia, maka HAM itu harus ada," ujar Asfin.
Sementara itu, sistem hukum merupakan instrumen untuk mengontrol pemerintah dalam tata kehidupan bernegara.
Posisi yang tidak setara antara pemerintah dan warga negara mensyaratkan instrumen hukum untuk mengontrol relasi antara keduanya.
Hukum yang memiliki prinsip HAM, kata Asfin, perlu untuk menghadirkan nilai atau prinsip kemanusiaan dalam bernegara.
"Hukum dan HAM menjadi prioritas karena perlu untuk mengontrol relasi yang tidak seimbang antara pemerintah dan warga negara dan menghadirkan kemanusian dalam tata kehidupan bernegara," ujar Asfin.