Penyelidikan kasus yang terjadi di Banyuwangi, Jember, dan Malang tersebut telah dilakukan sejak tahun 2015.
Kemudian, ketika terjadi pergantian pimpinan di tahun 2017, penyelidikan dilanjutkan oleh tim yang diketuai oleh Beka, yang juga merupakan Komisioner Komnas HAM periode 2017-2022.
Dalam laporan tersebut, Komnas HAM menjabarkan penemuan mereka terkait pola kejadian. Dimulai dengan unsur pra-kejadian yaitu berkembangnya isu tentang etnis China dan isu tentara yang berada di daerah tersebut.
Selain itu, mereka juga menemukan adanya radiogram dari Bupati Banyuwangi kala itu terkait daftar orang yang diduga sebagai dukun santet.
Unsur lainnya adalah adanya massa sebagai para pelaku, muncul orang asing di daerah itu, tanda-tanda di rumah milik target, hingga eskalasi isu yang mulai menyasar ninja dan orang gila.
Baca juga: Perdebatan Pasal Santet di RUU KUHP...
Pada pihak aparat, Komnas HAM juga menemukan adanya pembiaran karena lambatnya tindakan aparat, padahal memiliki informasi terkait situasi di lapangan.
Atas temuan tersebut, Komnas HAM menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menduga kasus tersebut sebagai bentuk pelanggaran HAM berat.
Bukti permulaan tersebut yaitu terdapat dua tindakan kejahatan, yaitu pembunuhan dan penganiayaan.
"Kesimpulan kami kemudian ada bukti permulaan yang cukup (terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan). Misalnya terkait dengan pembunuhan Pasal 7 huruf b jo Pasal 9 huruf a UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," jelas Beka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.