Namun, ia menyebutkan satu syarat, yaitu tim gabungan juga bisa membongkar semua peristiwa teror yang dialami jajaran KPK.
"Saya meminta tim ini berkomitmen untuk mengungkap semua serangan kepada pegawai KPK sebelumnya. Apabila saya diminta memberi keterangan ada dua kemungkinan, pertama akan ditangani sungguh-sungguh. Kedua, hanya akan digunakan untuk menghapus jejak lebih sempurna," kata dia.
"Oleh karena itu sangat wajar apabila saya meminta apabila pengungkapan yang serius terhadap pegawai-pegawai KPK lainnya," lanjut Novel.
Baca juga: Tim Gabungan Kasus Novel Baswedan Terkait Politik Hanya Asumsi Belaka
Dari salinan surat tugas dengan nomor Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 yang diterima Kompas.com, tim gabungan terdiri dari 65 orang dari berbagai unsur di antaranya praktisi yang menjadi tim pakar, internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan kepolisian.
Tim gabungan diperintahkan melaksanakan setiap tugas serta melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak dan instansi terkait berdasarkan prosedur tetap yang telah diatur sesuai dengan perundang-undangan.
Surat tugas tim gabungan berlaku selama enam bulan terhitung mulai 8 Januari 2019 sampai dengan 7 Juli 2019.
Pembentukan tim melalui surat tugas tersebut untuk menindaklanjuti rekomendasi tim Komnas HAM dalam penuntasan kasus Novel Baswedan.
Pada 11 April 2017, seusai melaksanakan shalat subuh di masjid tak jauh dari rumahnya, Novel tiba-tiba disiram air keras oleh dua pria tak dikenal yang mengendarai sepeda motor.
Cairan itu mengenai wajah Novel. Kejadian itu berlangsung begitu cepat sehingga Novel tak sempat mengelak. Tak seorang pun yang menyaksikan peristiwa tersebut.
Sejak saat itu, Novel menjalani serangkaian pengobatan untuk penyembuhan matanya.
Ia terus menanti penuntasan kasusnya. Sebab, hingga saat ini, polisi belum bisa mengungkap siapa dalang penyerangan tersebut.