Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum: Kasus Novel "Raksasa Kakap", Presiden Jokowi Harus Tampil

Kompas.com - 15/01/2019, 10:45 WIB
Devina Halim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum Novel Baswedan, Haris Azhar, meminta Presiden Joko Widodo agar lebih aktif untuk terjun langsung dalam penanganan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Haris mengatakan, peran Presiden dibutuhkan karena kasus ini berskala besar.

"Kami sudah lakukan investigasi, memang kasus ini bukan cuma 'kakap' ya, 'raksasa kakap'. Jadi memang Presiden harus tampil," kata Haris saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019).

Baca juga: Polri Bentuk Tim Gabungan untuk Kasus Novel Baswedan

Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar dalam acara diskusi bertajuk Membincang Hukum, HAM, dan Korupsi, di kawasan Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019). KOMPAS.com/Devina Halim Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar dalam acara diskusi bertajuk Membincang Hukum, HAM, dan Korupsi, di kawasan Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019).
Ia membandingkan kasus Novel dengan kasus pembunuhan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi.

Khashoggi dibunuh pada 2 Oktober di Konsulat Saudi di Istanbul. Khashoggi, yang notabene mantan penasihat pemerintah, melarikan diri dari Saudi dan tinggal di Amerika Serikat (AS) sejak September 2017.

Dalam ulasannya di The Post, jurnalis berusia 60 tahun itu acap mengkritik kebijakan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS).

Haris menjelaskan, selama kasus tersebut bergulir, para elite negara menjadi tokoh yang memberikan komentar, seperti Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Raja Salman.

Baca juga: Jokowi: Tim Gabungan Kasus Novel Rekomendasi Komnas HAM, Bukan dari Kita

Aktivis HAM tersebut menilai, tindakan seperti itu menunjukkan keseriusan pemerintah menyelesaikan kasus tersebut.

"Jadi memang abstraksinya enggak bisa di level polisi. Memang apakah itu polisi enggak kerja di Turki? Enggak, kerja juga. Tapi ada back up politik untuk menunjukkan keseriusan penanganan kasus tersebut," ujar dia,

Oleh karena itu, Haris menilai, seharusnya yang dibentuk untuk kasus Novel adalah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

Ia mencontohkan TGPF untuk kasus aktivis HAM Munir Said Thalib. Tim tersebut dibentuk oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan hasilnya digunakan oleh SBY.

"TGPF itu dibentuk oleh SBY dan SBY pakai hasilnya. Dia panggil polisi, dia panggil Kapolri, Jaksa Agung, dan lain-lain, dia minta dijalankan berdasarkan hasil temuan TGPF dan dijalankan berdasarkan KUHAP," terang Haris.

Baca juga: Hampir Dua Tahun Kasus Teror ke Novel Baswedan Tak Tuntas, Ini Lini Masanya

Ia pun mengaku pesimistis kasus Novel dapat terselesaikan karena tim gabungan yang dibentuk untuk mengusut kasus tersebut merupakan produk dari pihak kepolisian.

Maka dari itu, yang dapat dilakukan oleh Presiden adalah mengevaluasi kinerja kepolisian.

Haris menegaskan, langkah itu adalah kewenangan Presiden sebagai atasan kepolisian dan bukan merupakan bentuk intervensi hukum.

"Salah satu catatan pentingnya adalah presiden harus evaluasi. Enggak boleh intervensi iya, tapi evaluasi penting. UU Nomor 2 Tahun 2002 soal Kepolisian Republik Indonesia, jelas presiden adalah atasan dari Polri," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com