Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Polemik Pencalonan OSO sebagai Anggota DPD hingga Akhirnya Diputus Bawaslu

Kompas.com - 10/01/2019, 10:04 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pencalonan Òesman Sapta Odang sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menjadi polemik panjang karena statusnya sebagai Ketua Umum Partai Hanura.

Pada masa pencalonan, OSO maju sebagai caleg DPD dapil Kalimantan Barat. Namanya sempat masuk ke Daftar Calon Sementara (DCS) anggota DPD yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 19 Juli 2018.

Tak lama setelah nama OSO masuk DCS, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan uji materi Pasal 182 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Uji materi tersebut menyoal aturan seorang anggota DPD.

Putusan yang terbit pada 23 Juli 2018 itu menyatakan, pengurus partai politik dilarang rangkap jabatan sebagai anggota DPD.

Atas dasar putusan itu, KPU memperbarui PKPU nomor 14 tahun 2018 menjadi PKPU nomor 26 tahun 2018. KPU menambahkan frasa "pengurus partai politik" sebagai pihak yang tidak boleh rangkap jabatan sebagai anggota DPD.

Baca juga: Bawaslu Dinilai Inkonsisten dalam Putusan Kasus OSO

September 2018

Dengan adanya putusan MK, KPU memutuskan tidak memasukkan nama OSO dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD yang diterbitkan pada 20 September 2018.

Tak terima, OSO melaporkan KPU ke Bawaslu atas keputusan tersebut.

Oktober 2018

Selama hampir satu bulan, Bawaslu menggelar sidang ajudikasi dengan mendalami keterangan pelapor, terlapor, saksi ahli dan fakta, serta memeriksa alat bukti.

Pada 11 Oktober 2018, Bawaslu mengeluarkan putusan yang bunyinya menolak gugatan OSO. Langkah OSO maju sebagai caleg anggota DPD kembali terhambat.

Tak berhenti, OSO mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Di MA, OSO menggugat PKPU Nomor 26 Tahun 2018 yang memuat larangan pengurus partai politik rangkap sebagai anggota DPD.

Baca juga: Putusan Bawaslu soal OSO Dinilai Munculkan Masalah Baru

Sementara, di PTUN, ia menggugat surat keputusan (SK) KPU mengenai DCT anggota DPD yang tak memuat namanya.

Pada 30 Oktober 2018, MA mengabulkan gugatan OSO. Disebutkan bahwa larangan pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD tidak dapat berlaku surut.

Pihak OSO menilai, pemberlakuan aturan tersebut diberlakukan surut kepada mereka. Sebab, nama OSO sebelumnya sudah tercantum di DCS.

Sementara, KPU berargumen, tahap pencalonan anggota DPD tidak berhenti di penerbitan DCS, tetapi DCT.

Oleh karena itu, meski sempat memasukkan nama OSO ke DCS dan tidak memasukkan nama yang bersangkutan ke DCT, KPU menganggap tidak memberlakukan aturan itu secara surut.

November 2018

Pada 14 November 2018, PTUN juga mengaabulkan gugatan OSO. Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN memerintahkan KPU mencabut DCT anggota DPD yang tidak memuat nama OSO.

Majelis juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.

Baca juga: Ada Dissenting Opinion dalam Putusan Bawaslu soal Kasus OSO

Atas tiga putusan lembaga peradilan hukum itu, KPU mempertimbangkan berbagai hal. KPU menilai, ada pertentangan antara putusan MK dengan MA dan PTUN yang menyebabkan pihaknya dilema dalam bersikap.

Dalam upaya mengambil sikap, KPU banyak berdiskusi dengan sejumlah ahli hukum tata negara, pegiat pemilu, hingga mantan Ketua MK dan MA.

Ketua Bawaslu Abhan (tengah) bersama Anggota  Bawaslu memimpin sidang Pembacaan Putusan Gugatan Oesman Sapta Odang (OSO) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) di ruang sidang Bawaslu, Jakarta, Rabu (9/1/2019). Dalam persidangan tersebut Bawaslu memutuskan, memerintahkan KPU untuk memasukkan Oesman Sapta Odang dalam daftar calon anggota DPD dalam Pemilu 2019, tapi OSO tetap harus mundur sebagai pengurus Partai Hanura jika kembali lolos sebagai anggota DPD periode 2019-2024. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww. 
ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA Ketua Bawaslu Abhan (tengah) bersama Anggota Bawaslu memimpin sidang Pembacaan Putusan Gugatan Oesman Sapta Odang (OSO) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) di ruang sidang Bawaslu, Jakarta, Rabu (9/1/2019). Dalam persidangan tersebut Bawaslu memutuskan, memerintahkan KPU untuk memasukkan Oesman Sapta Odang dalam daftar calon anggota DPD dalam Pemilu 2019, tapi OSO tetap harus mundur sebagai pengurus Partai Hanura jika kembali lolos sebagai anggota DPD periode 2019-2024. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.

Desember 2018

Pada 8 Desember 2018, KPU akhirnya mengambil keputusan. Ia mengirimkan surat ke pihak OSO yang bunyinya memerintahkan OSO mundur dari jabatan ketua umum Partai Hanura.

Hal itu sebagai syarat OSO dimasukkan dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019. KPU mengklaim, sikap mereka berdasar pada putusan MK, MA, dan PTUN.

OSO diminta mundur dari kepengurusan partai hingga hingga Jumat (21/12/2018).

Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, OSO tak juga menyerahkan surat pengunduran diri.

Baca juga: Sikap KPU soal OSO Akan Dibahas dalam Rapat Pleno

Oleh karena itu, KPU memutuskan untuk tak memasukan yang bersangkutan ke dalam DCT anggota DPD.

OSO justru membuat langkah baru, yaitu melaporkan KPU ke Bawaslu. Ada dua tudingan OSO terhadap KPU, yaitu dugaan pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana pemilu.

Laporan mengenai dugaan pelanggaran pidana pemilu dibuat oleh Kuasa Hukum OSO Firman Kadir.

Melalui laporannya, Firman menuding KPU melanggar pidana pemilu karena tak jalankan putusan PTUN.

Sedangkan pelapor dugaan pelanggaran administrasi adalah Dodi Abdul Kadir, yang juga Kuasa Hukum OSO.

Kepada Bawaslu, ia mengadukan surat KPU yang memerintahkan OSO mundur dari jabatan ketua umum.

Sejumlah sidang dugaan pelanggaran administrasi digelar Bawaslu beberapa kali. Bawaslu mendalami keterangan terlapor, pelapor, saksi ahli dan fakta, serta alat bukti.

Januari 2019

Akhirnya, pada 9 Januari 2019 Bawaslu keluarkan putusan atas dugaan pelanggaran administrasi KPU terhadap OSO.

Dalam putusannya, Bawaslu memerintahkan KPU memasukan nama OSO ke daftar calon tetap DCT anggota DPD. Putusan ini didasari dari putusan MA dan PTUN.

Namun, jika kelak OSO terpilih, yang bersangkutan harus menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus parpol, satu hari sebelum penetapan calon DPD terpilih.

Putusan ini merupakan pelaksanaan atas putusan MK.

Sementara itu, putusan atas dugaan pelanggaran pidana baru akan diputuskan KPU, Kamis (10/1/2019) siang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com