KOMPAS.com – Kampanye untuk Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019 sudah dimulai sejak 23 September 2018. Meski sudah berjalan lebih dari tiga bulan, para calon anggota legislatif (caleg) dan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) belum menawarkan ide segar.
Saat ini yang bersebaran di media sosial malah debat kusir, serangan politik, isu hoaks, hingga fitnah.
Menurut pengamat politik Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes, kondisi politik saat ini menjadi penyebab munculnya satire politik, seperti capres-cawapres fiktif Nurhadi-Aldo dari Koalisi Indonesia Tronjal Tronjol Maha Asyik.
"Dalam tiga bulan kampanye ini kita sebagai publik belum melihat perang ide antar-calon dan timses, yang mengemuka adalah soal debat-debat diksi politik, seperti 'sontoloyo', 'muka Boyolali', dan lain-lain. Selain itu juga mengemuka hoaks politik dan agama," kata Arya kepada Kompas.com, Selasa (8/1/2019).
Baca juga: Nurhadi-Aldo Dinilai sebagai Kreativitas, Bukan Gerakan Kemuakan Politik
Menurut Arya, sindiran kreatif yang memanfaatkan Nurhadi-Aldo juga merupakan ketidakpuasan publik terhadap kampanye konvensional yang dilakukan saat ini oleh para kandidat.
"Guyonan capres 'alternatif' tersebut adalah ungkapan keinginan publik agar kandidat dan tim menyodorkan kampanye yang berkualitas," kata Arya
"Harusnya kedua kubu melihat adanya kecenderungan masyarakat tidak antusias dengan model kampanye selama ini," tuturnya.
Debat capres-cawapres jilid 1 yang akan diselenggarakan pada 17 Januari 2019, disebut Arya sebagai ajang untuk para kandidat beserta timnya menyuguhkan kampanye politik yang lebih bernas dan berkualitas.
"Nah debat akan jadi momentum untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Kita berharap dalam debat nanti kedua kubu bisa menyajikan hal yg baru yang edukasi untuk pemilih," ujar Arya.
Baca juga: Pengamat: Nurhadi-Aldo Tak Sebabkan Golput di Kalangan Pemilih Muda
Arya melihat antusiasme masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam kampanye politik sebenarnya tinggi. Namun, ada hal-hal yang tertentu yang membuat mereka enggan terlibat lebih jauh.
"Hal-hal yang tidak berhubungan dnegan kepentingan publik secara umum dan rentan kampanye hitam antarkandidat menyebabkan masyarakat tidak bersedia terlibat dalam kampanye yang penuh aura negatif," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.