JAKARTA, KOMPAS.com - Di akhir masa jabatannya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengikuti rapat kerja bersama Komisi VIII DPR, Selasa (8/1/2019). Rapat kerja itu untuk mengevaluasi program dan kinerja BNPB selama 2018.
Salah satu hal yang paling banyak dipertanyakan anggota DPR dalam rapat itu adalah soal mitigasi bencana. BNPB diminta menyiapkan upaya-upaya untuk mengurangi dampak bencana.
Willem mengatakan, pada dasarnya BNPB memiliki Rencana Induk Penanggulangan Bencana yang di dalamnya juga terdapat soal mitigasi.
"Tetapi tampaknya dari kita semua kalau itu tidak dipisahkan maka kurang panjang. Kami pun akan membuat blue print tentang mitigasi," ujar Willem.
Willem mengatakan pada dasarnya mitigasi terbagi menjadi dua, struktural dan non-struktural.
Mitigasi struktural dijalankan bersama lembaga lain, seperti melakukan program normalisasi sungai dan membangun early warning system atau sistem peringatan dini. Sementara yang non-struktutal melingkupi pemberian pendidikan, sosialisasi, serta pemahaman risiko bencana kepada masyarakat.
Baca juga: Menristek Dikti: Tahun Ini, Kampus Harus Jelaskan Mitigasi Bencana
BNPB bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat program Satuan Pendidikan Aman Bencana.
Dalam rapat itu, Willem menegaskan mitigasi bukan persoalan yang sederhana. Willem memaparkan betapa kompleksnya mitigasi bencana dan ada sejumalah kendala yang dialami BNPB dalam mewujudkannya
Apa saja yang membuat mitigasi tak mudah untuk diimplementasikan;
1. Lintas sektor
Willem menuturkan, pengurangan dampak bencana artinya membicarakan sistem informasi dari hulu ke hilir. Termasuk mengenai peralatan dan kewenangan BNPB atas sumber daya yang tersedia.
Dari hulu misalnya, BNPB harus memastikan alat pendeteksi bencana berada dalam kondisi prima. Kemudian lembaga BMKG bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk menyebarkan informasi itu kepada masyarakat.
Menurut Willem, perbedaan lembaga untuk menyebarkan informasi merupakan persoalan yang kerap jadi kendala.
Baca juga: Jokowi Putuskan 44 Pejabat Baru, termasuk Kepala BNPB, Basarnas, dan BPPT
Belum lagi ketika terdapat peringatan bencana yang harus segera diinformasikan ke masyarakat setempat lewat sirine. Willem mengatakan sirine-sirine peringatan itu berada di bawah pemerintah daerah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
"Tetapi kami BNPB tidak punya kewenangan sedikitpun terhadap BPBD untuk menentukan siapa yang menjadi kepala pelaksana," ujar Willem.