JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota divisi Penugasan Khusus Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Inas Nasrullah Zubair, menyebut pemberantasan korupsi di era Jokowi semakin membaik.
Hal ini bisa dilihat dari lima kebijakan pemerintah, terutama kebijakan pencegahan.
Pertama, adalah langkah Jokowi menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Menurut dia, Inpres ini fokus kepada pencegahan tindak pidana korupsi dan penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi untuk diimplementasikan dalam tujuh sektor.
Baca juga: Soal Korupsi seperti Kanker Stadium IV, Ruhut Singgung Orde Baru hingga SBY...
Tujuh sektor tersebut, yakni industri ekstraktif/pertambangan, infrastruktur, sektor privat, penerimaan negara, tata niaga, BUMN dan pengadaan barang dan jasa.
"Kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah wajib mengimplementasikan Inpres tersebut," kata Inas dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/1/2019).
Kedua, Presiden Jokowi menolak dimudahkannya remisi untuk koruptor. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sempat merencanakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Baca juga: Kaleidoskop 2018: Polemik Pencalonan Caleg Eks Koruptor
Dalam draf revisi, ketentuan justice collaborator (JC) sebagai syarat remisi bagi pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika, dihilangkan.
"Karena revisi PP 99/2012 dianggap mempermudah remisi bagi koruptor dengan hilangnya syarat menjadi JC, maka Jokowi menolak untuk menanda tangani revisi yang tengah disusun Kementerian Hukum dan HAM apabila sampai di mejanya," ujar Inas.
Ketiga, adalah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Menurut dia, Perpres itu mengamanatkan pembentukan Tim Nasional Pencegahan Korupsi dengan tugas mengkoordinasikan pelaksanaan strategis nasional pemberantasan korupsi sekaligus menyampaikan laporan kepada Presiden.
Ketentuan dalam Perpres ini adalah setiap menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah, juga wajib melaporkan aksi pencegahan korupsi kepada Tim Nasional Pencegahan Korupsi berkala setiap tiga bulan.
Baca juga: Jokowi Janji Kejar Koruptor yang Sembunyikan Uang di Luar Negeri
Perpres ini fokus kepada perizinan dan tata niaga, keuangan negara dan penegakkan hukum dan reformasi birokrasi.
"Dalam Perpres KPK berperan sebagai koordinator dan supervisi yang melibatkan kementerian dan lembaga pemerintah lainnya, misalnya Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kepala Staf Presiden," ujar dia.
Keempat, adalah langkah Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Dalam PP ini, masyarakat akan memperoleh hadiah sampai dengan Rp 200 juta apabila memberikan informasi yang akurat kepada penegak hukum tentang dugaan korupsi," kata dia.
Kelima, adalah meningkatnya jumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jumlah penyidik yang sebelumnya hanya lima puluhan orang saja, kata Inas, terus ditingkatkan sehingga sekarang mencapai dua ratusan orang.
"Dengan demikian, jumlah tindak pidana korupsi yang sebelumnya masih lolos dari pantauan KPK di era SBY, akhirnya dapat ditangani lebih signifikan, jadi tidak heran jika banyak pejabat publik yang tertangkap oleh KPK di era Jokowi ini," ujar Ketua Fraksi Hanura di DPR ini.
Menurut Inas, bukti bahwa komitmen tersebut benar-benar berhasil dapat dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis Transparency International.
IPK Indonesia membaik dari peringkat nilai IPK 32 di tahun 2013 menjadi peringkat nilai IPK 37 di tahun 2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.