Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon Kritik Manajemen Bencana Pemerintah seperti Pemadam Kebakaran

Kompas.com - 04/01/2019, 19:01 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik manajemen bencana pemerintah yang seperti pemadam kebakaran.

Padahal, sebagai salah satu negara dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi, politik anggaran mestinya bersifat responsif terhadap penanganan kebencanaan.

"Itu sebabnya, bukan waktunya lagi kita menggunakan manajemen pemadam kebakaran, yang lebih menekankan aspek tanggap darurat pasca-bencana. Politik anggaran kita mestinya menggunakan pendekatan bersifat preventif atau antisipatif," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Jumat (4/12/2018).

Baca juga: Ada Potensi Korupsi, Menkeu Hati-hati Kucurkan Dana Penanganan Bencana

Fadli menyinggung pengurangan anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), serta Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).

Menurut dia, pengurangan anggaran tiga lembaga yang tupoksinya berhubungan dengan kebencanaan itu memang perlu dikritik.

Berdasarkan nota keuangan 2019, alokasi anggaran untuk BMKG, misalnya, adalah Rp 1,75 triliun. Angka itu jauh di bawah anggaran yang diajukan BMKG sebesar Rp 2,7 triliun.

Baca juga: Menkeu Tanggapi Curhat Sutopo soal Turunnya Anggaran Mitigasi Bencana

Pada tahun lalu, kebutuhan anggaran BMKG mencapai Rp 2,69 triliun, namun anggaran yang dialokasikan hanya Rp 1,70 triliun.

Pada tahun 2017, dari kebutuhan Rp 2,56 triliun, anggaran yang diberikan Rp 1,45 triliun.

Begitu juga pada 2016, dari kebutuhan Rp 2,2 triliun, anggaran yang diberikan Rp 1,3 triliun saja.

"Pagu yang diberikan selalu jauh dari kebutuhan yang diperlukan," kata Fadli.

Baca juga: Sandiaga Uno: Kok Bisa-bisanya Proyek di Lokasi Bencana Dikorupsi

Akibat kondisi anggaran terbatas itu, menurut dia, BMKG mendapat kendala untuk merawat, memperbaiki, ataupun melakukan pengadaan peralatan yang terkait dengan monitoring dan early warning system kebencanaan. Sistem peringatan kebencanaan pun jadi lemah.

Dalam peristiwa bencana Donggala-Palu, misalnya, BMKG justru mengakhiri peringatan tsunami sesaat sebelum gelombang menerjang.

"Itu kesalahan yang sangat fatal. Dan kesalahan itu terjadi karena sistem peringatan dini tidak berfungsi," ucap Fadli.

Anggaran BNPB

Menurut Fadli, kondisi serupa terjadi pada BNPB. Anggaran BNPB justru terus-menerus dikurangi oleh Pemerintah.

Pada 2015, alokasi anggaran BNPB mencapai Rp2,5 triliun. Pada 2016, anggaran BNPB ditetapkan Rp1,6 triliun, namun oleh Instruksi Presiden (Inpres) No. 4/2016 angka tersebut kemudian dipotong menjadi Rp1,46 triliun.

Baca juga: Rumah Terapung, Solusi Darurat Bencana

Pada 2017, anggaran BNPB kembali turun menjadi Rp1,2 triliun. Tahun lalu, 2018, anggaran BNPB hanya dialokasikan sebesar Rp 700 miliar. Sementara, di tahun 2019, anggaran BNPB hanya dialokasikan sebesar Rp 610 miliar.

"Jauh lebih kecil dari jamuan pemerintah untuk Sidang IMF/World Bank Oktober 2018 yang menghabiskan hampir Rp 1 triliun," kata Fadli.

Akibat kondisi itu, menurut Fadli, BNPB juga tak bisa berperan maksimal dalam penanganan bencana.

Baca juga: Jika Terpilih, Prabowo Rencanakan Bentuk Kementerian Khusus Bencana

Pada 2016, berdasarkan data yang dimiliki BNPB, ada 22 buoy (alat deteksi tsunami) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua.

Dari jumlah itu, sembilan unit dimiliki oleh Indonesia, 10 unit milik Jerman, satu unit Malaysia, dan dua unit milik Amerika Serikat. Sayangnya, semua alat itu tidak berfungsi.

Fadli mengakui, di sisi lain Pemerintah menyediakan dana cadangan kebencanaan, yang ersifat on call, yang tahun 2019 anggarannya mencapai Rp6,5 triliun.

Baca juga: Selama 2018, 2.564 Bencana Terjadi di Indonesia

Namun, dana itu alokasinya lebih untuk melakukan penanganan pasca-bencana, seperti proses rehabilitasi dan rekonstruksi, bukan untuk pencegahan dan antisipasi.

"Inilah yang saya sebut sebagai manajemen bencana ala pemadam kebakaran. Kita menyiapkan anggaran di hilir, sementara anggaran di hulunya terus-menerus dikurangi. Menurut saya ini perlu dikoreksi," kata Fadli.

Seperti pemadam kebakaran

Fadli mengingatkan, Indonesia adalah negara yang memiliki tingkat kegempaan tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat. Begitu juga dengan potensi tsunami.

Baca juga: BNPB: Siapapun Presidennya, Indonesia Pasti Berhadapan dengan Bencana

Hingga November 2018 lalu, menurut data BNPB, tercatat telah terjadi 2.308 kejadian bencana yang menyebabkan 4.201 orang meninggal dunia dan hilang. Sementara, jumlah korban terdampak mencapai 9.883.780.

Seluruh bencana itu telah mengakibatkan 371.625 rumah mengalami kerusakan. Data ini belum termasuk dampak akibat bencana tsunami di Selat Sunda kemarin.

"Bayangkan jika manajemen bencana kita hanya seperti pemadam kebakaran, anggaran kita enggak mungkin cukup," kata dia.

Baca juga: Tsunami dan Tahun Bencana Tata Ruang

Menurut Fadli, di tengah keterbatasan anggaran, yang mestinya dilakukan Pemerintah adalah membangun sistem peringatan dini yang canggih.

Hal itu untuk meminimalisir potensi kerusakan akibat bencana. Namun Fadli menyayangkan, saat ini anggaran bencana kita memang masih sangat minim, tidak ada 1 persen dari APBN.

"Untuk membangun jalan tol, Pemerintah terkesan jorjoran, namun untuk penanggulangan bencana Pemerintah terkesan pelit. Hal ini tentu saja tidak merepresentasikan kesiapan Indonesia sebagai negara yang berada di ring of fire," ujarnya.

Baca juga: Dugaan Suap di PUPR Terkait Proyek di Daerah Bencana, KPK Pelajari Penerapan Hukuman Mati

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini pun meyakini, kondisi anggaran bencana yang minim dan politik ala pemadam kebakaran ini akan diperbaiki jika Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memenangi pilpres 2019.

Menurut dia, Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga saat ini bahkan tengah mengkaji apakah perlu untuk membentuk kementerian khusus bencana.

Kompas TV Di tengah bencana yang terus terjadi, pemerintah mengurangi dana untuk Badan NasioalPenanggulangan Bencana (BNPB). Pengamat pun menilai, pemerintah harus berkolaborasi dengan pihak lain untuk dana bencana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Sengketa Pilpres 2024 yang Diajukan Anies dan Ganjar Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Sengketa Pilpres 2024 yang Diajukan Anies dan Ganjar Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antar Fraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antar Fraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-Wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun Jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-Wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun Jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Nasional
KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

Nasional
KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

Nasional
Pengusaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Pengusaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com