Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Robert Na Endi Jaweng
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)

Ironi Kebijakan Publik di Era Otonomi

Kompas.com - 28/12/2018, 16:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

LEBIH dari 19 tahun sistem pemerintahan Indonesia masuk babak baru. Tepatnya 7 Mei 1999, Undang Undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah disahkan.

Itulah saat pertama gubernur, bupati, dan wali kota punya kewenangan besar menjalankan roda pemerintahan termasuk menetapkan aturan. Undang undang ini beberapa kali diubah dan terakhir diamendemen tahun 2004.

Dilengkapi sistem pemilihan umum langsung, euforia otonomi daerah kian bergelora. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, sampai Agustus 2018 terdapat 318 proposal pembentukan Daerah Otonomi Baru.

Alih-alih menjadi solusi pemerataan pembangunan, sistem otonomi daerah menghadapi tantangan besar. Maraknya korupsi, pragmatisme politik, hingga kesenjangan kesejahteraan adalah beberapa di antara tantangan tersebut.

Ini tak lepas dari lemahnya sistem tata kelola pemerintahan. Celakanya, situasi ini juga berdampak pada tata kelola regulasi di daerah.

Banyak peraturan daerah (perda) dan peraturan kepala daerah (perkada) bermasalah terutama terkait pengaturan pajak, retribusi, dan perizinan.

Baca juga: Mendagri: Inovasi Perkuat Otonomi Daerah

Laporan Tata Kelola Ekonomi Daerah 2016 Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah menyebutkan sejak 2001 tercatat level kebermasalahan perda berkisar 30 persen dari jumlah perda yang dikaji reguler pertahun. Hal ini sejalan dengan Kemendagri yang saat itu menertibkan 3.000-an peraturan daerah bermasalah.

Sayangnya, langkah penertiban tak berjalan mulus seiring Putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi Nomor 56/PUU-XIV/2016 yang membatalkan kewenangan pembatalan perda oleh gubernur maupun Mendagri pada Juni 2017.

Belakangan, Presiden menerbitkan Instruksi Nomor 32/2017 tentang Pengambilan, Pengawasan dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah pada 1 November 2017.

Instruksi ini kemudian diperkuat Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 32/ 2017 tentang Penyelesaian Sengketa Peraturan Perundang-Undangan melalui Jalur Non-Litigasi.

Keduanya diyakini dapat menjadi mekanisme filter mengatasi regulasi bermasalah pascaputusan MK yang kini membanjiri Mahkamah Agung.

Namun, berbagai payung hukum tersebut belum sepenuhnya ditaati. Pembuatan kebijakan publik umumnya masih didasarkan pendekatan kekuasaan serta tidak berorientasi kepentingan dan kebutuhan masyarakat sehingga menghambat pembangunan daerah.

Tak heran, sederet paket ekonomi pemerintah pusat belum berjalan efektif karena terhambat rumitnya aturan pajak, retribusi, dan perizinan di daerah. Berbagai kebijakan daerah juga seringkali tak sejalan dengan aturan di atasnya.

Selain isu perizinan, pajak dan retribusi di daerah juga acap kali tumpang tindih dan menimbulkan ketidakpastian usaha.

Fakta yang terbaru, muncul polemik pengesahan revisi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) Nomor 12/2009 yang substansinya bertentangan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Berita acara sidang penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi di Kementerian Hukum dan HAM di mana Pemerintah Kota Bogor hadir pada 20 September 2018 yang memerintahkan isi Perda KTR disesuaikan PP 109 dan pencabutan Peraturan Walikota Nomor 3/2014 pun tidak diindahkan.

Baca juga: Masalah Otonomi Daerah Dianalogikan seperti Penanganan Penyakit

 

Wali Kota Bogor dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tetap mengesahkan revisi Perda tersebut. Andai terus dibiarkan, fenomena ini tentu akan mengancam tatanan kebijakan publik ke depan. Apalagi, daerah lain sedang membahas peraturan sejenis yang secara legal dan konten juga bermasalah.

Jika dicermati, setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan guna mengurangi lahirnya perda bermasalah.

Pertama, optimalisasi jalur penyelesaian sengketa non-litigasi di Kementerian Hukum dan HAM. Jalur ini bisa menjadi pilihan tercepat dan efisien untuk menemukan win-win solution bagi seluruh pihak.

Memang, siapapun yang keberatan dapat mengajukan peninjauan kembali perda bermasalah ke Mahkamah Agung.

Namun, jalan ini seyogyanya menjadi pilihan terakhir karena tidak efisien dan menjadi bukti betapa penyusunan perda minim konsultasi publik. Jika jalur non-litigasi dijalankan maksimal maka seluruh stakeholder juga bisa menghemat energi.

Kedua, penggunaan teknologi. Ini adalah salah satu sarana mendeteksi potensi perda bermasalah termasuk meminta masukan publik secara luas. Keterlibatan publik akan mendorong transparansi dan akuntabilitas penyusunan regulasi.

Kemendagri pernah meluncurkan sistem informasi perda (e-perda) pada 2016 yang perlu terus dioptimalkan. Penggunaan teknologi yang dikombinasikan metode pengukuran dampak regulasi (regulatory impact assessment) dalam proses pembuatan aturan daerah bisa menjadi pilihan.

Ketiga, penguatan pengawasan Kemendagri dan pemerintah provinsi. Inilah sesungguhnya masalah fundamental yang harus diselesaikan.

Lemahnya pengawasan menjadi salah satu penyebab utama maraknya perda bermasalah. Jika ini dapat diperbaiki, sebagian besar persoalan dapat diselesaikan.

Di luar itu, pemerintah daerah harus sadar bahwa perda bermasalah hanya akan menghambat perkembangan wilayah. Di era globalisasi dan ketatnya kompetisi, perda bermasalah akan memperburuk posisi kemudahan berusaha (ease of doing business).

Tahun ini peringkat ease of doing business Indonesia turun menjadi 73 dari sebelumnya 72, semakin jauh dari target Presiden di ranking 40.

Perda KTR Kota Bogor hanyalah contoh kecil aturan bermasalah di daerah selain retribusi, pajak, dan tenaga kerja yang harus segera dibereskan.

Satu hal yang patut direnungkan adalah bahwa otonomi lahir bukanlah untuk menjadikan Indonesia negara federal, melainkan sebuah kesatuan yang tumbuh bersama. Oleh karenanya, jangan lagi ironi kebijakan di era otonomi terus terjadi. (Robert Na Endi Jaweng, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Koalisi Perubahan Dinilai Telat Panas, Tak Langsung 'Serang' Jokowi Begitu Deklarasi Anies Capres

Koalisi Perubahan Dinilai Telat Panas, Tak Langsung "Serang" Jokowi Begitu Deklarasi Anies Capres

Nasional
Ajak Pengusaha Singapura Investasi di Indonesia, Jokowi: Jangan Hanya Duduk dan Menonton

Ajak Pengusaha Singapura Investasi di Indonesia, Jokowi: Jangan Hanya Duduk dan Menonton

Nasional
KY Telah Klarifikasi Ketua PN Jakpus soal Putusan Penundaan Pemilu

KY Telah Klarifikasi Ketua PN Jakpus soal Putusan Penundaan Pemilu

Nasional
Jika Demokrat Mundur dari Koalisi Perubahan, Mungkinkah Golkar Dilirik Nasdem-PKS?

Jika Demokrat Mundur dari Koalisi Perubahan, Mungkinkah Golkar Dilirik Nasdem-PKS?

Nasional
Anies dan Koalisi Perubahan Disebut Mesti Bersiap Jika Demokrat Hengkang

Anies dan Koalisi Perubahan Disebut Mesti Bersiap Jika Demokrat Hengkang

Nasional
Kans Demokrat Tinggalkan Koalisi Perubahan Dinilai Terbuka Jika Anies Abaikan Desakan soal Cawapres

Kans Demokrat Tinggalkan Koalisi Perubahan Dinilai Terbuka Jika Anies Abaikan Desakan soal Cawapres

Nasional
Waketum Hanura: Saya Yakin Mbak Puan Iseng, Enggak Mungkin Ganjar-AHY

Waketum Hanura: Saya Yakin Mbak Puan Iseng, Enggak Mungkin Ganjar-AHY

Nasional
KPK Duga Sekretaris Mahkamah Agung Nikmati Uang Suap Miliaran Rupiah

KPK Duga Sekretaris Mahkamah Agung Nikmati Uang Suap Miliaran Rupiah

Nasional
Brigjen Asep Adi Saputra Meninggal Dunia karena Sakit Saat Ikut Pendidikan di Lemhannas

Brigjen Asep Adi Saputra Meninggal Dunia karena Sakit Saat Ikut Pendidikan di Lemhannas

Nasional
KSAD Dudung dan Pangkostrad Tinjau Pembangunan Perumahan Yonif Raider 323

KSAD Dudung dan Pangkostrad Tinjau Pembangunan Perumahan Yonif Raider 323

Nasional
Hasto Sebut Menteri PUPR Basuki Hadimuljono Masuk Radar Cawapres Ganjar

Hasto Sebut Menteri PUPR Basuki Hadimuljono Masuk Radar Cawapres Ganjar

Nasional
Kopaska Latihan Bersama dengan Pasukan Elite Angkatan Laut AS Selama 26 Hari

Kopaska Latihan Bersama dengan Pasukan Elite Angkatan Laut AS Selama 26 Hari

Nasional
Pilpres 2024, Cawapres adalah Kunci

Pilpres 2024, Cawapres adalah Kunci

Nasional
KPK Panggil Hakim Agung Prim Haryadi dan Ketua Kamar Pidana MA

KPK Panggil Hakim Agung Prim Haryadi dan Ketua Kamar Pidana MA

Nasional
Dorong Anies Segera Umumkan Cawapres, Demokrat: Kita Tak Punya Banyak Waktu

Dorong Anies Segera Umumkan Cawapres, Demokrat: Kita Tak Punya Banyak Waktu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com