Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BNPB Usul "Master Plan" Pengurangan Risiko Bencana Tsunami Dilanjutkan

Kompas.com - 26/12/2018, 19:36 WIB
Devina Halim,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyarankan agar master plan Pengurangan Risiko Bencana di Indonesia diterapkan kembali.

Usulan tersebut muncul setelah peristiwa gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, beberapa bulan lalu, serta tsunami Selat Sunda yang melanda Banten dan Lampung, Sabtu (22/12/2018) malam.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, berkaca dari kejadian tersebut, sistem mitigasi maupun peringatan dini tsunami di Indonesia masih minim.

Master plan tersebut diharapkan dapat menguatkan sistem peringatan dini sehingga meminimalisasi korban.

Baca juga: Kaleidoskop 2018: 7 Bencana Geologi yang Menerpa Indonesia

 

"Ini adalah usulan untuk mengantisipasi khususnya hanya tsunami. Kami mengusulkan melanjutkan master plan pengurangan risiko bencana tsunami," ujar Sutopo saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Rabu (26/12/2018).

Menurut Sutopo, master plan tersebut sudah pernah diterapkan pada tahun 2013-2014. Namun, tidak ada kelanjutannya setelah itu.

Ada empat program dalam master plan tersebut yang bertujuan untuk menguatkan sistem peringatan dini bencana di Indonesia.

Program pertama adalah penguatan rantai peringatan dini tsunami. Hal itu dapat dilakukan dengan membeli buoy, menambah alat pendeteksi gempa, dan membangun sirene.

Baca juga: Budaya Sadar Bencana Masyarakat Indonesia Masih Rendah

 

Program kedua adalah pembangunan dan peningkatan tempat evakuasi sementara, melalui tempat berlindung atau shelter dan pemasangan rambu-rambu jalur evakuasi.

"Perlu banyak dibangun shelter, jalur evakuasi, rambu dan sosialisasi. Dari Anyer sampai dengan Kecamatan Sumur itu hanya ada dua shelter," ujar Sutopo.

"Shelter itu berfungsi untuk masyarakat langsung evakuasi karena prinsip evakuasi tsunami bukan lari sejauh-jauhnya tapi lari setinggi-tingginya," lanjut dia.

Selanjutnya, pendidikan, latihan, dan peralatan tanggap bencana juga perlu diberikan kepada masyarakat.

Program terakhir adalah pembangunan kemandirian industri kebencanaan. Menurut Sutopo, industri lokal soal peralatan pencegahan bencana perlu dikembangkan.

"Indonesia merupakan laboratorium bencana, sudah sewajarnya alat-alat yang dikembangkan adalah produk anak bangsa. Nah ini perlu dikembangkan," kata Sutopo.

Baca juga: BNPB Keluhkan Turunnya Anggaran Mitigasi Bencana

Terkait anggaran, ia mengatakan, jumlahnya perlu dihitung terlebih dahulu, jika memang program tersebut akan diterapkan.

Sebelumnya, tsunami melanda pantai di sekitar Selat Sunda, Sabtu (22/12/2018) malam. Tsunami tersebut dipicu oleh longsoran bawah laut dan erupsi Gunung Anak Krakatau.

Data sementara BNPB hingga Rabu (26/12/2018) pukul 13.00 WIB, sebanyak 430 orang meninggal dunia karena kejadian ini. Sementara kerugian ekonomi masih dalam pendataan.

Selain korban meninggal, tercatat 1.495 orang luka-luka, 159 orang hilang. BNPB juga mencatat, ada 21.991 orang yang mengungsi di sejumlah daerah.

Jumlah ini masih  mungkin bertambah karena proses evakuasi yang masih dilakukan.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Asal Gunung Anak Krakatau

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com