Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyelenggara Pemilu Diminta "Melek" soal Kasus seperti Cambridge Analytica

Kompas.com - 22/12/2018, 06:42 WIB
Devina Halim,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Perlindungan Data Pribadi meminta penyelenggara pemilu untuk "melek" terhadap praktik-praktik kampanye digital.

Kampanye digital yang dimaksud adalah kampanye yang dilakukan dengan menargetkan dan membagikan konten kampanye sesuai karakteristik pemilih.

Karakteristik pemilih tersebut dikumpulkan dari jejak digital atau profil seseorang di media sosial dan dunia maya.

Hal itu disampaikan Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar dalam acara diskusi bertajuk "Eksploitasi Data Pribadi Pemilih dalam Pemilu Mengancam Demokrasi" di Kedai Tjikini, Jakarta Pusat, Jumat (21/12/2018).

"Untuk penyelenggara pemilu, pembaruan aturan terkait dengan kampanye, karena memang kualifikasinya menjadi sangat banyak, termasuk identifikasi bentuk-bentuk kampanye politik digital," kata Wahyudi.

Contoh dari kampanye digital tersebut adalah saat Pilpres Amerika Serikat pada 2016 silam. Presiden AS terpilih, Donald Trump, menggunakan firma analisis data Cambridge Analytica sebagai konsultan politiknya saat kampanye.

Cambridge Analytica dikabarkan memegang lebih dari 50 juta data akun pengguna Facebook. Data ini ternyata digunakan untuk kampanye pemenangan Trump pada pilpres tersebut.

Firma Cambridge Analytica melakukan beberapa metode, yakni penelitian, survei intensif, pemodelan data, serta mengoptimalkan penggunaan algoritme untuk menargetkan sebanyak 10.000 iklan berbeda pada audiens.

Praktik ini kemudian dilakukan pada audiens yang berbeda-beda sesuai data diri mereka. Hasilnya, tercatat bahwa iklan kampanye yang disebar tersebut telah dilihat sebanyak miliaran kali oleh calon pemilih.

Wahyudi mengatakan, praktik tersebut menimbulkan kerentanan penyalahgunaan dan eksploitasi data pribadi pemilih, termasuk dalam pemilu mendatang di Indonesia.

Terlebih, terdapat beberapa faktor yang semakin mendukung praktik kampanye tersebut di Indonesia.

Faktor-faktor tersebut, misalnya dengan besarnya pengguna yang berselancar, dunia maya menjadi sasaran empuk untuk melakukan penambangan data sehingga berpotensi digunakan untuk berbagai kepentingan.

Selain itu, belum ada regulasi yang jelas, sementara politisi dan partai politik telah menunjukkan ketertarikannya pada metode kampanye seperti itu.

Oleh karenanya, mereka pun mendorong agar penyelenggara pemilu turut meregulasi jenis kampanye tersebut.

"Jadi penting untuk segera memformulasikan kembali peraturan KPU (Komisi Pemilihan Umum) atau Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) terkait kampanye politik yang bisa mengatur ini semua," terang Wahyudi.

Terakhir, lanjut Wahyudi, penyelenggara pemilu diminta melakukan pengawasan atau monitoring terhadap jenis kampanye digital.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com