JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) memberikan catatan mengenai kinerja DPR, khususnya terkait fungsi legislasi, selama 2018.
Peneliti Formappi I Made Leo Wiratma mengatakan, dalam hal fungsi legislasi yaitu pembuatan UU, kinerja DPR menunjukkan penurunan. Hal itu terlihat dari produktivitas DPR dalam menghasilkan produk legislasi.
Made menyebutkan, selama empat tahun bekerja, DPR baru berhasil mengesahkan 24 RUU prioritas.
"Jadi rata-rata hanya 6 RUU prioritas dalam setahun,” kata Made, saat memaparkan 'Catatan Akhir Tahun Atas Kinerja DPR Selama 2018', di Kantor Formappi, Jumat (21/12/2018).
Meski produktivitas pencapaian penyelesaian RUU Prioritas rendah, Made mengatakan, DPR agak "tertolong" dengan capaian RUU yang bersifat kumulatif terbuka.
Baca juga: Kinerja DPR Masa Sidang I 2018-2019 Diwarnai Rapat Tidak Kuorum hingga Kasus Korupsi
“Sepanjang 4 tahun DPR bekerja, terhitung sebanyak 44 UU kumulatif terbuka berhasil disahkan. Dengan demikian total RUU yang disahkan DPR selama 4 tahun berjumlah 68 RUU dengan rincian 24 RUU prioritas ditambah 44 RUU kumulatif terbuka,” papar Made.
Catatan lain dari Formappi, soal kebiasaan DPR memperpanjang proses pembahasan terhadap RUU tertentu.
Menurut Made, perpanjangan proses pembahasan itu ditengarai menjadi salah satu penyebab rendahnya capaian legislasi DPR.
“Mekanisme perpanjangan pembahasan RUU membuka jalan bagi mandegnya penyelesaian RUU yang dibahas DPR bersama dengan Pemerintah,” kata Made.
Ia menilai, pada satu sisi, DPR terlihat leluasa karena pembatasan pembahasan RUU selama tiga kali masa sidang bersifat fleksibel jika merujuk Pasal 99 UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Baca juga: Formappi: Kinerja DPR di Masa Sidang I Jeblok
Pasal 99 menyebutkan, “Pembahasan rancangan undang-undang oleh komisi, gabungan komisi, panitia khusus atau Badan Legislasi diselesaikan dalam 3 (tiga) kali masa sidang dan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan rapat paripurna DPR”.
“Keputusan memperpanjang proses pembahasan tak banyak disertai dengan penyampaian alasan yang mendasar,” kata Made.
Made mengatakan, keanehan juga terlihat ketika DPR cenderung tidak konsisten dalam memutuskan perpanjangan pembahasan RUU tertentu.
Formappi menemukan bahwa keputusan memperpanjang proses pembahasan RUU tidak konsisten.
“Ada RUU yang sudah diperpanjang pada masa sidang sebelumnya, tetapi tidak diperpanjang lagi pada masa sidang berikutnya,” kata Made.