Dilansir dari website Kementerian Pertahanan (www.kemhan.go.id), ketika Belanda menyerang Yogyakarta, Soekarno langsung menunjuk Syafrudin Prawiranegara untuk membuat pemerintahan darurat selaku Menteri Kemakmuran.
Maka dari itu, sore harinya Syafrudin Prawiranegara beserta Kolonel Hidayat dan Gubernur Sumatera Teuku Mohammad Hasan sepakat merealisasikan mandat Soekarno.
Sejak saat itulah Kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan dan ditunjuk sebagai ibu kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Baca juga: PDRI dan Tonggak Revolusi
Pembentukan ini guna menyelamatkan pemerintahan Indonesia yang telah dibentuk sejak Agustus 1945, agar kedaulatannya masih tetap terjaga. Selain itu untuk berjaga-jaga karena kondisinya Soekarno dan Hatta ditangkap Belanda.
Setelah perjanjian Roem Royen, akhirnya dualisme kepemimpinan dalam tubuh RI dikembalikan kepada asalnya. Sidang dilakukan dengan menghadirkan Soekarno, Hatta, menteri kabinet dan petinggi PDRI.
Secara formal, Syafruddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya sehingga kepemimpinan berada pada Soekarno dan Hatta.
Untuk memperingati hari bersejarah ketika itu, pemerintah pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2006. Isinya adalah menerapkan 19 Desember sebagai Hari Bela Negara.
Selain itu, untuk mengenang sejarah perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), pemerintah Republik Indonesia membangun Monumen Nasional Bela Negara di salah satu kawasan yang pernah menjadi basis PDRI dengan area seluas 40 hektar.
Lokasi itu berada d Jorong Sungai Siriah, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.