Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Subkhi Ridho
Pendidik dan Peneliti Sosial-Keagamaan

Wakil Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Inggris Raya periode 2018-2019, pendidik dan peneliti sosial-keagamaan.

Muhammadiyah dan Nasionalisme di Era 4.0

Kompas.com - 16/12/2018, 21:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kesejahteraan dan kecerdasan bangsa tidak mungkin terwujud ketika tidak ada upaya untuk menggerakan dan mengatasi permasalahan-permasahalan kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan, serta sikap-sikap inferior lainnya. Dengan keberadaan lembaga-lembaga pendidikan, secara perlahan masalah-masalah tersebut dapat diatasi.

Tentu saja masih banyak pekerjaan rumah lainnya di dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah yang perlu dibenahi sehingga secara kualitas dapat terdistribusi di seluruh pelosok Indonesia.

Pembenahan-pembenahan tersebut dapat dilakukan dengan membangun kemitraan dengan seluruh pemangku kepentingan di dalam dunia pendidikan baik tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional. Beberapa sudah, sedang, dan akan dilakukan. Baik dengan pemerintah maupun lembaga-lembaga lainnya. 

Muhammadiyah dan Ideologi Negara

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, Muhammadiyah pun sudah terlibat secara aktif mendukung dasar dan ideologi negara yakni Pancasila. Begitu juga dengan UUD 1945 sebagai konstitusi serta NKRI sebagai bentuk negara yang sudah final dan juga Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.

Bahkan Kiai Mas Mansur yang masuk sebagai empat serangkai, juga Ki Bagus Hadikusumo, dan KH Abdul Kahar Moezakkir serta Mr Kasman Singodimedjo sebagai representasi Muhammadiyah, merupakan beberapa tokoh kunci Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kepanitian yang merupakan cikal bakal tersusunnya Piagam Jakarta yang akhirnya menjadi Pembukaan UUD 1945. Tokoh-tokoh besar Muhammadiyah tersebut merepresentasikan betapa loyalitas Muhammadiyah terhadap negara Indonesia tidak perlu diragukan lagi. 

Penegasan dan komitmen Nasionalisme Muhammadiyah terhadap bangsa-negara Indonesia pun terlihat dari dokumen terbaru Muhammadiyah. Pada Muktamar Muhammadiyah Ke-47, tanggal 18-22 Syawwal 1436 Hijriyah bertepatan 3-7 Agusrus 2015 Miladiyah di Makassar ditetapkan konsep "Negara Pancasila Sebagai Dar Al-Ahdi Wa Al-Syahadah”, sebagai negara kesepakatan nasional dan negara tempat pembuktian atau kesaksian  untuk menjadi negeri yang aman dan damai. 

“Konsep ini didasarkan pada pemikiran-pemikiran resmi yang selama ini telah menjadi pedoman dan rujukan organisasi seperti Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Kepribadian Muhamm adryah, Khittah Muhammadiyah, Membangun Visi dan Karakter Bangsa, Indonesia Berkemajuan, serta hasil Tanwir Muhammadiyah di Bandung tahun 2012 danTanwir Samarinda tahun 2014. Pemikiran tentang Negara Pancasila itu dimaksudkan untuk menjadi rujukan dan orientasi pemikiran serta tindakan bagi seluruh anggota Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara kontekstual berdasarkan pandangan Islam berkemajuan yang selama ini menjadi perspektif keislaman Muhammadiyah” (Muhammadiyah 2015). 

 Berdasarkan dokumen-dokumen resmi sejarah Muhammadiyah, maka pengejawantahan hubbul wathan minal iman atau nasionalisme dari organisasi Islam modern pertama di Indonesia ini merupakan sesuatu yang sudah menjadi bagian tonggak sejarah berdirinya Republik Indonesia. Adapun pasang surut relasi antara Muhammadiyah dengan pemerintah yang sedang berkuasa dari sejak pra kemerdekaan, kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi, hingga Kabinet Kerja di bawah Presiden Jokowi  itu hanya bumbu yang menjadi kerangka betapa dinamisnya Muhammadiyah dalam konteks berbangsa dan bernegara. 

Nasionalisme Muhammadiyah di Era 4.0

Tokoh sekaliber Bung Karno, yang tanpa ragu menyebut dirinya sebagai anggota Muhammadiyah, bahkan Soeharto, sang penguasa Orde Baru, juga turut serta memberikan pernyataan publik "Tanpa tedeng aling-aling, saya adalah bibit Muhammadiyah", merupakan bukti sahih betapa kontribusi Muhammadiyah terhadap Indonesia dari masa ke masa perlu senantiasa dirawat dan dikelola dengan baik oleh siapapun yang berkuasa.

Demikian pula di Era Revolusi Industri 4.0, di mana internet dan digitalisasi segala sesuatu menjadi penanda sebuah era baru yang sangat berbeda dengan era-era sebelumnya.  

Tantangan terbesar nasionalisme di era ini bagi Muhammadiyah yakni terlambatnya penetrasi Muhammadiyah dalam menggunakan media baru ini. Hal tersebut dari riset Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta thaun 2017 yang menunjukkan bahwa situs (websites) dan tokoh-tokoh Muhammadiyah menempati ranking terbawah dibanding situs-situs maupun tokoh-tokoh Islam baru, yang lahir pasca-reformasi, bahkan dapat dikatakan baru seumur jagung. 

Sumbangan dan kiprah Muhammadiyah yang begitu besar jasanya terhadap republik ini terkesan tidak diapresiasi oleh generasi millenial (Gen Y) maupun generasi alfa (Gen Z). Sehingga rujukan-rujukan dalam masalah-masalah keislaman maupun kehidupan lainnya tidak lagi mengacu pada Muhammadiyah. Justru generasi baru tersebut lebih memilih untuk merujuk kepada mereka yang dianggap tampil lebih fresh, baik secara performance fisik maupun kemasan dakwahnya.

Demikian pula pada masalah-masalah kebangsaan, generasi millenial dan alfa ini cenderung tidak lagi memercayai Muhammadiyah mampu menjawab konstelasi politik-global. Akibatnya, situasi geopolitik global yang semakin mengarah ke “kanan” pun latah diikuti oleh sebagian generasi muda Muhammadiyah. Padahal kelahiran Muhammadiyah, mengklaim sebagai gerakan tajdid: pembaruan, inovasi, restorasi, modernisasi dan sebagainya. 

Sejalan dengan hal tersebut, Muhammadiyah pun sedang bergiat menggaungkan sebagai gerakan Islam Berkemajuan. Berkemajuan dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan kemiskinan, krisis moral dan etika, korupsi, ketenagakerjaan, kerusakan lingkungan, serta sejumlah masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya lainnya. 

Sejalan dengan ini, tantangan terbesar Muhammadiyah yakni terkesan terlambat dalam merespon kebangkitan revolusi industri 4.0. Sehingga nasionalisme awal yang sudah dipelopolori oleh Kiai Dahlan, Kiai Mas Mansur, Ki Bagus Hadikusumo, Prof Abdul Kahar Muzakir, juga Mr Kasman Singodimedjo, nampakya membuat generasi muda Muhammadiyah saat ini terkesan gagap dalam meresponnya.

Belum terlambat, jika kemudian para tokoh, pegiat, aktivis, Muhammadiyah tidak saling melempar masalah, namun duduk bersama dari pusat hingga ranting untuk menggelorakan nasionalisme Muhammadiyah di era revolusi industri 4.0 yang sedang kita hadapi sekarang. Wallahu a’lam bil shawab. 

----

Subkhi Ridho, adalah intelektual-aktivis muda Muhammadiyah, Wakil Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah United Kingdom. Mengajar Civic Education, Komunikasi Politik, di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Konsentrasinya adalah studi Islam populer, demokrasi, gerakan sosial baru, komunikasi politik, dan radikalisme agama. Ia aktif melakukan perngorganisasian masyarakat dan merespon kebjakan publik serta sebagai intermediary actor antara civil society dengan pemerintah dan corporate. 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com