KOMPAS.com - Setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan, Indonesia secara tak langsung sudah lepas dari belenggu kolonialisme. Namun, kendala yang dihadapi ketika itu adalah menjaga kedaulatan Indonesia agar tetap utuh.
Belanda mencoba datang kembali ke Indonesia. Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah membuat Belanda mencoba menduduki kembali wilayah jajahannya. Dengan membonceng tentara Sekutu, mereka mulai mendatangi kota-kota besar.
Peran TKR (Tentara Keamanan Rakyat) menjadi dominan ketika mencoba mempertahanankan kedaulatan Indonesia. Pertempuran tak bisa dihindari.
Ambarawa merupakan salah satu wilayah yang menjadi lokasi pertempuran besar pada pertengahan Desember 1945. Perang empat hari itu kemudian berakhir pada 15 Desember 1945.
Demi menghormati dan menghargai peran anggota TKR yang gugur dalam Palagan Ambarawa, setiap 15 Desember diperingati sebagai Hari Juang Kartika (dulunya Hari Infanteri).
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tentara PETA Diresmikan, Cikal Bakal TNI
Kehadiran Tentara Sekutu dan Belanda di Indonesia tak hanya untuk menanamkan benih kolonialisme baru. Mereka juga mencoba melucuti senjata dan mengamankan tentara Jepang.
Dilansir dari Harian Kompas terbitan 15 Desember 1987, kejadian yang membuat Indonesia marah diawali saat Belanda memasang benderanya di Ambarawa.
Insiden lain terus berlanjut, pemuda Indonesia mulai mengambil sikap dengan menyerang tentara Belanda. Para pemuda Indonesia juga mengambil alih penyimpanan senjata milik Jepang yang dikuasai Belanda.
Karena situasi memanas, pada 20 Oktober 1945, kapal HMS Grenroy milik Inggris merapat di Pelabuhan Semarang. Inggris mendaratkan satu batalyon tentara elite Gurkha yang memiliki pengalaman tempur.
Mereka diperkuat dengan brigade artileri dan bantuan belasan pesawat terbang serta kapal penyerang HMS Sussex.
Indonesia tak gentar. Tiga batalyon dari Resimen Kedu, enam dari Purwokerto, tujuh dari Yogyakarta, satu resimen gabungan dari Solo dan empat Balalyon Divisi Salatiga diturunkan.
Kekuatan ditambah dengan laskar rakyat yang semakin menambah daya gedor pasukan Indonsia.
Pada 11 Desember 1945, Panglima Besar Jenderal Sudirman yang kala itu masih berpangkal kolonel mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar.
Kehadiran Sudirman ke Ambarawa bertujuan membangkitkan semangat TKR dan rakyat setelah gugurnya Letkol Isdiman pada pertempuran sebelumnya.
Baca juga: 9 November 1945, Ultimatum Sekutu Picu Pertempuran Dahsyat di Surabaya
Pasukan TKR bertempur habis-habisan melawan tentara Sekutu yang diperkuat pasukan Gurkha. Kolonel Sudirman memerintahkan TKR untuk secepat mungkin mengusir Sekutu bersama Belanda keluar dari Ambarawa.