Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Diperberat dalam Kasus "Palu Arit", Aktivis Lingkungan Pertanyakan Putusan MA

Kompas.com - 14/12/2018, 16:54 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis lingkungan Heri Budiawan atau yang dikenal Budi Pego mempertanyakan hukumannya yang diperberat oleh Mahkamah Agung (MA) menjadi 4 tahun penjara. Menurut Heri, putusan itu keluar pada 16 Oktober 2018 silam.

"Bukti sampai sekarang tidak pernah bisa dihadirkan di persidangan. Bukti pun enggak ada, tapi di Mahkamah (Agung) bisa menjatuhkan vonis 4 tahun dengan tuduhan dan alasan apa saya enggak tahu," kata Heri di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (14/12/2018).

"Dan ini, saya dan kuasa hukum akan berupaya mengajukan PK (peninjauan kembali) untuk mengungkap kebenaran dalam perkara saya," lanjutnya.

Namun demikian, Heri mengaku hingga saat ini belum menerima salinan putusan MA tersebut.

"Sampai sekarang saya belum dapat salinan putusan, bahkan saya dieksekusi udah dapat surat panggilan kemarin, ini panggilan pertama (dari kejaksaan)," ungkapnya.

Baca juga: TNI Tangkap Seorang ASN yang Memakai Baju Berlogo Palu Arit

Budi merupakan aktivis yang menolak penambangan emas di wilayah Tumpang Pitu, Banyuwangi.

Pada Januari 2018, ia divonis 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi karena dianggap mengancam keamanan negara. Kemudian, ia mengajukan banding.

Majelis hakim pada Pengadilan Tinggi Surabaya menguatkan vonis 10 bulan penjara yang dijatuhkan hakim PN Banyuwangi. Heri dianggap bersalah menyebarkan paham komunisme.

Budi merasa sama sekali tak pernah membawa spanduk yang memuat logo yang identik dengan komunisme tersebut saat berdemo. Sebab, pembuatan spanduk-spanduk demo telah diawasi sejak awal oleh sejumlah aparat kepolisian, TNI dan jurnalis yang meliput.

Heri juga menyoroti bukti yang dihadirkan dalam persidangan sebelumnya berupa foto sejumlah orang memegang spanduk yang diduga memuat logo palu-arit tersebut.

"Yang di foto itu yang megang juga enggak diproses, justru saya nyentuh enggak, megang juga enggak, malah saya diproses. Mereka yang megang enggak diproses, kayaknya saya aja yang cuma diburu biar saya enggak melawan tambang lagi," kata Heri.

Saat ini, kata Heri, dirinya dan kuasa hukum menghubungi pihak aparat yang ikut mengawal jalannya aksi dan mendokumentasikan pembuatan spanduk penolakan kegiatan tambang tersebut.

Baca juga: Kodim Jaksel Sita Bendera Bergambar Palu Arit di Sebuah Kafe

"Untuk PK ini, kita sudah menghubungi mereka yang mengawal dan dia kan punya dokumentasi waktu pembuatan. Itu waktu di persidangan enggak dihadirkan. Itu kita minta aparat yang mendokumentasikan itu dihadirkan untuk dimintai keterangan tapi hakim menolak waktu itu," paparnya.

"Foto yang dihadirkan di persidangan kan cuma foto, jadi spanduk itu sampai sekarang enggak ada, jadi JPU (jaksa penuntut umum) enggak bisa menghadirkan spanduk yang disebutkan itu," lanjutnya.

Ia pun heran ketika dirinya disebut menyebarkan paham komunisme. Heri menilai proses hukum dirinya memiliki kejanggalan.

"Dituduh menyebarkan (komunisme), menyebarkan bagaimana? Tahu juga enggak. Jadi dari proses awal janggal semua. Banyak upaya rekayasa supaya saya bisa diperkara," kata dia.

Kompas TV Seorang guru honorer di Probolinggo, Jawa Timur, ditangkap polisi karena menyebarkan ujaran kebencian terhadap Joko Widodo dan Megawati Soekarnoputri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antar Fraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antar Fraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-Wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun Jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-Wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun Jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Nasional
KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

Nasional
KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

Nasional
Penguasaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Penguasaha Pemenang Tender Proyek BTS 4G Didakwa Rugikan Negara Rp 8 Triliun

Nasional
KPU: Anies-Muhaimin Tak Akan Gugat Pencalonan Gibran jika Menang Pemilu

KPU: Anies-Muhaimin Tak Akan Gugat Pencalonan Gibran jika Menang Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com