Taruhannya adalah negara bangsa. Taruhannya adalah masa depan generasi muda yang kian tak berpegangan. Adakah elit memikirkan? Biarkan waktu yang menjawab.
Hari ini, demokrasi bukan lagi tentang kebebasan, tapi semestinya tentang pembebasan. Rakyat sudah dijajah oleh elite-elitenya.
Sistem sudah dirusak oleh negosiasi-negosiasi para elite. Tata kelola pemerintahan sudah buah dari permainan-permainan yang tak sehat. Angka-angka sudah tak murni lagi, bisa di-generate sesuka hati.
Politik dijalankan berdasar selera pasar. Oleh karena itu, survei ilmiah adalah industri statistik terlaris.
Demokrasi adalah tentang selera pasar, bukan tentang moralitas kepentingan rakyat. Selera pasar sangat penting karena preferensi mayoritas adalah raja. Dan, demokrasi kemudian hanya tersisa absurditas tak bertepi.
Oleh karena itu, jika tetap ingin berdemokrasi sekaligus membawa substansinya, maka rakyat harus dibebaskan dari pengaruh elite-elite.
Rakyat harus dijauhkan dari rekayasa-rekayasa politik murahan, dibebaskan dari pencitraan-pencitraan kelas receh. Rakyat harus bisa membedakan mana yang fakta dan mana yang dongeng.
Jika tidak, demokrasi hanya skenario opera sabun mandi. Lembaga perwakilan harus mewakili, bukan mencibir. Lembaga perwakilan harus dibesarkan sekaligus diefektifkan.
Partai-partai harus berbenah dan "tahu diri". Peran partai adalah penyambung lidah pemilih. Rusak partainya, lidahnya bisa cadel, aspirasinya bisa tak sesuai lagi dengan aslinya.
Dominasi partai harus diimbangi dengan regulasi-regulasi ketat. Partai bukan penjual suara rakyat, tapi pembela dan penyambung.
Dari partai, kemudian masuk ke lembaga perwakilan, dan menjadi kebijakan-kebijakan. Dari partai, ideologi kebangsaan ditebar ke pemilih.
Dari partai, pemahaman negara bangsa Indonesia di tanamkan secara edukatif ke dalam memori pemilih.
Dari partai, semangat persatuan dan toleransi disalurkan ke kantong-kantong pemikiran pemilih dan banyak lagi tugas lain. Demikianlah semestinya peran partai.
Apakah rakyat peduli? Bagi rakyat, partai tak penting. Oleh karena itu, partai lah yang harus menyadarkan dirinya bahwa demokrasi sangat bergantung kepada partai.
Rusak partainya, rusak pula demokrasinya. Semakin transaksional partainya, semakin transaksional demokrasinya. Sesederhana itu saja.