Salah satu dampak belum validnya data terjadi pada proses pencairan yang dilakukan oleh Himpunan Bank Negara (Himbara) sebagai pihak penyalur. Himbara tidak akan melakukan pencairan jika terjadi perbedaan data antara BDT dengan Dinsos.
Dadang menyebutkan, pihaknya tidak menyalahkan Himbara dalam polemik ini. Dia mengakui jika Himbara memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sangat ketat dalam pencairan uang.
"Dengan SOP yang ketat dan pada akhirnya tidak sesuai dengan BDT, Himbara tidak akan mencairkan karena takut salah. Kebijakan dari Kemensos, semua berdasarkan BDT dan BDT diperoleh dari siapa? Kan dari bawah juga (satuan kerja/Dinsos)," kata dia.
Oleh karenanya, Dadang meminta komitmen setiap pemerintahan Kabupaten/Kota untuk aktif memperbaharui BDT setiap saat. Sebab, sangat sangat berkaitan untuk mencapai 6T penyaluran bantuan.
"Makanya tadi saya minta, pada saat mengirimkan data harus disertai surat keterangan dari Bupati atau Walikota bahwa data ini sudah valid," sebut dia.
Selain itu, Dadang juga menyampaikan kekurangan Himbara dalam penyaluran BPNT. Menurutnya, mitra kerja Kemensos tersebut dianggap sangat tertutup dalam hal koordinasi dan informasi.
Padahal, Kemensos dengan pihak Himbara di pusat telah menyepakati nota kesepahaman dalam mekanisme penyaluran BPNT. Namun, tak jarang pula kesepakatan tersebut tidak dilakukan oleh cabang di daerah.
"Kadang-kadang perintah dari atas tidak dipatuhi. Seolah-olah mereka punya SOP sendiri. Tolong disampaikan data rekening koran, tolong koordinasikan secara intens dengan Dinsos. Itu tidak sepenuhnya dilakukan," katanya.
Dadang mengatakan, kondisi tersebut akan disampaikan kepada Himbara. Diharapkan, pimpinan pusat dapat memerintahkan perwakilannya di daerah agar lebih kooperatif terkait koordinasi dan informasi.
"Tentu akan melakukan penekanan kepada Himbara pada level pusat bagaimana memudahkan informasi yang dibutuhkan dan dipertanggungjawabkan," ujar dia.
Selain validitas data, Dadang juga meminta Dinsos aktif mengevaluasi dan menyampaikan implementasi Kelompok Usaha Bersama (Kube) di daerah.
Dadang menyebutkan, Kube merupakan sebuah terobosan cukup bagus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya kaum fakir miskin. Mereka dibina agar bisa mandiri dan memenuhi kebutuhan sendiri.
Dadang mengakui, evaluasi yang dilakukan oleh Dinsos melalui sharing budget tidak berjalan dengan baik. Sehingga, tidak terlalu nampak progres penerapan program tersebut.
"Sekarang apa yang harus dilakukan? Melalui sharing budget untuk evaluasi terhadap Kube ini. Padahal yang berhasil banyak. Sekarang ada ga unit pengedalian di lapangan hasil monitoring mereka. Artinya dari sekian banyak, berapa persen yang bisa kita nilai keberhasilan mereka," sebut dia.
Oleh karenanya, Dadang juga meminta komitmen satuan kerja di daerah dalam pengawasan Kube. Sehingga, berbagai kekurangan dapat ditemukan dan diperbaiki.