Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Setara Institute soal "Kebesaran Soeharto": Jenderal Besar hingga Diktator Kejam

Kompas.com - 08/12/2018, 21:03 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi merilis catatan tentang sosok Presiden kedua RI Soeharto.

Hendardi menilai catatan ini perlu diketahui publik di tengah adanya upaya membesar-besarkan atau mengglorifikasi nama Soeharto jelang pemilu 2019.

"Glorifikasi nama Soeharto perlu ditandingkan dengan pendapat berbeda dan dilengkapi dengan sejumlah indivasi agar kita tidak terperangkap dalam kultus pribadi," ucap Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (8/12/2018).

Baca juga: Sejarawan LIPI: Hanya Orang Gila yang Mau Kembali ke Era Soeharto

Hendardi mengatakan, berbagai studi pernah dilakukan para pakar sejarah, politik, ekonomi, maupun studi khusus militer.

Dari situ, Soeharto punya track record yang kemudian disebutnya sebagai 'catatan kebesaran' Soeharto.

Pertama, Soeharto menapaki 'jalan kebesarannya' setelah peristiwa G30S/1965.

Baca juga: ICW Tagih Komitmen Negara Usut Dugaan Korupsi Soeharto

Dia menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Pesaingnya susut setelah Letjen Ahmad Yani dan kawan-kawan dibunuh komplotan G30S.

Tersisa Mayjen Pranoto Reksosamodra, Menteri/Panglima Angkatan Darat (AD) yang ditunjuk Presiden Soekarno.

Ketua Setara Institute Hendardi, seusai konferensi pers di Kantor Setara, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2015).KOMPAS.com/Abba Gabrillin Ketua Setara Institute Hendardi, seusai konferensi pers di Kantor Setara, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2015).

 

Tapi, pada 14 Oktober 1965, Soeharto sukses meraih jabatan Panglima AD merangkap Panglima Kostrad.

Baca juga: Partai Berkarya: Julukan Bapak Korupsi Tak Pantas untuk Soeharto

Caranya, dengan mengangkat dirinya sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).

"Kebesaran Soeharto adalah sukses memborong tiga jabatan Panglima militer sekaligus hanya dalam dua minggu saja," kata Hendardi.

Kedua, meskipun Soeharto merangkap tiga panglima sekaligus, tapi kenyataannya, keadaan darurat tetap dijalankannya.

Baca juga: Partai Berkarya: Julukan Bapak Korupsi Tak Pantas untuk Soeharto

Hendardi memperkiraan, selama 1965-1966, sebanyak 500.000 warga sipil jadi korban pembantaian dan sebanyak 1,6 juta orang dijebloskan ke penjara.

"Kebesarannya adalah catatan rekor jumlah korban pembantaian, serta penahanan warga negara secara sewenang-wenang," ujar Hendardi.

Korban-korban lainnya tercatat dalam invasi militer ke Timor Timur (1975-1976), pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh (1989-1998), pembunuhan misterius (1982-1984), dan pembantaian Tanjungpriok (1984).

Baca juga: Pengacara: Kasus Gedung Granadi Rugikan Tommy Soeharto

Ketiga, lanjut Hendardi, Soeharto ibarat jenderal yang sempurna.

Ia dinobatkan sebagai "Jenderal Besar”. Ia diberi pangkat bintang lima emas, setelah Jenderal Soedirman dan Jenderal Nasution.

Menjulangnya karir militernya 'dibangun' berkat cerita dari Serangan Umum 1 Maret 1949 hingga horor pembantaian 1965-1966 dengan kisah kepahlawanannya.

Baca juga: Sekjen Berkarya: Sekarang Kelihatan Derasnya Komunitas Pencinta Soeharto

Soeharto juga penguasa yang paling ditakuti rakyat.

Keempat, Soeharto doyan mengucap mantra pembangunan. Sejak 1973, Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I dimulai hingga berujung Pelita VI tahun 1998.

Meski periode pemerintahannya menimbulkan korban penggusuran, kesengsaraan buruh, serta hutan gundul dan tambang terkuras, Soeharto diberi gelar “Bapak Pembangunan”. Hal itu sesuai dengan Ketetapan MPR No. V/MPR/1983.

Baca juga: Basarah Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Penghinaan Soeharto

Kelima, dengan gaji presiden sebesar 1.764 dollar AS per bulan, Soeharto bertengger menjadi presiden yang memiliki kekayaan tak tertandingi di dunia. Kisaran kekayaan keluarganya 15-73 miliar dollar AS.

"Jumlahnya mengalahkan penguasa Filipina Ferdinand Marcos dan penguasa Zaire Mobutu Sese Seko," imbuhnya.

Kekayaan keluarganya bersumber dari dua sayap. Yaitu kerajaan bisnis keluarga dan kerabat, serta puluhan yayasan dalam pengumpulan dana.

Baca juga: Timses Jokowi: Guru dari Korupsi Itu Soeharto, Mantan Mertua Prabowo

"Bayangkan, satu yayasan saja, misalnya, Yayasan Supersemar, digugat Rp 4,4 triliun. Perkara ini dimenangkan Kejaksaan Agung. Kini dijalankan eksekusi termasuk menyita kantor Partai Berkarya, Gedung Granadi," ujar Hendardi.

'Kebesaran Soeharto' berdasarkan catatan-catatan itu diakui dunia. Banyak lembaga dan media luar negeri menobatkan Soeharto sebagai 'Diktator Kejam' atas berbagai pembantaian sipil dilakukannya.

"Ia (Soeharto) disejajarkan dengan penguasa kejam dunia seperti Hitler, Stalin, dan Polpot," ulas Hendardi.

Baca juga: Sekjen PSI: Soeharto Simbol Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Studi yang dibungkus sejumlah pakar sejarah dan politik terdokumentasi dalam beberapa karya. Yaitu Robert Cribb atas pembantaian 1965-1966, John Taylor mengenai invasi Timor Timur, Amnesty International atas diberlakukannya DOM di Aceh, serta aneka kekerasan Orde Baru yang disunting Ben Anderson.

Lembaga seperti Transparency International, dan media massa seperti New York Times serta Forbes, memberi 'gelar kebesaran' untuk Soeharto. Gelar itu yakni 'Presiden Terkorup Sedunia'.

"Atas kedua gelar kebesarannya, maka Harian Republika 4 Juli 2014, menggabungkannya: menjadi Soeharto sebagai 'Diktator Terkorup'," kata Hendardi.

Kompas TV Laskar Berkarya akan melaporkan Wasekjen PDI Perjuangan, Ahmad Basarah lantaran menyebut Soeharto sebagai guru korupsi Indonesia. Terkait rencana laporan itu PDI Perjuangan siap membela Ahmad Basarah bila jadi digugat secara hukum oleh Partai Berkarya. Ketua Umum Partai Berkarya, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto meminta Laskar Berkarya untuk melaporkan Wakil Sekjen PDI Perjuangan Ahmad Basarah ke pihak kepolisian. Laskar Berkarya mengklaim tak ada bukti hukum yang jelas Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto melakukan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Jalur hukum akan ditempuh melalui laporan hukum kepada Basarah di kepolisian dalam waktu dekat. Laskar Bekarya mengaku akan membentuk tim advokat untuk memperkuat proses gugatannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com