Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Publik dan Elite Diharap Tempatkan Politik dan Agama Secara Proporsional

Kompas.com - 07/12/2018, 20:43 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir melihat praktik politik di Indonesia pada dasarnya tak bisa dilepaskan dari agama.

Meski demikian, kata Amin, politik dan agama harus ditempatkan secara proporsional. Hal itu guna memastikan kontestasi politik nasional bisa berjalan dengan baik.

Baca juga: ISNU: Hoaks Bermotif Radikalisme Agama Sangat Berbahaya

Oleh karena itu, Pemilu 2019 akan menjadi tantangan bagi publik dan elite untuk menjawab hal tersebut.

"Sekarang kan bagaimana kemudian mengakomodasi agama ke dalam ruang publik. Apa yang boleh dan enggak boleh gitu. Dalam hal ini saya kira momen elektoral menjadi salah satu uji coba bagi kita melihat seberapa jauh kemudian akomodasi terjadi," kata Amin dalam diskusi Mekanika Elektoral dalam Arus Politik Identitas di PARA Syndicate, Jakarta, Jumat (7/12/2018) sore.

Baca juga: Survei LSI: Imbauan Tokoh Agama Paling Berpengaruh dalam Pilpres 2019

"Dan kita enggak bisa berpikir dalam kerangka sekularisme yang keras untuk memisahkan sama sekali agama dan politik. Tapi bagaimana kemudian kedua hal itu dibedakan dan dicari titik simpulnya," lanjut dia.

Ia mengingatkan, negara akan mengalami krisis demokrasi apabila seluruh elemen bangsa tak mampu menentukan batas proporsional interaksi politik dan agama.

Tantangan berikutnya, di era digital saat ini, publik juga harus berpikir jernih dalam mencerna informasi.

Baca juga: Intoleransi Politik Diperkirakan Semakin Menguat Jelang Pemilu 2019

Sebab, suatu hal yang dianggap benar saat ini bisa dikacaukan dengan narasi-narasi yang disebarkan di media sosial untuk mengaburkan kebenaran tersebut.

"Kita tahu di era sekarang penggunaan medsos yang demikian luar biasa itu membuat kemudian apa yang benar dan enggak benar itu menjadi dikacaukan gitu. Ini terkonfirmasi oleh beberapa riset termasuk LIPI," kata dia.

Amin mencontohkan temuan survei LIPI terhadap 1800 responden di provinsi-provinsi Indonesia yang dirilis beberapa waktu lalu.

Baca juga: Kominfo Pantau Medsos 24 Jam Sehari untuk Pastikan Tak Ada Perpecahan Politik

 

Menurut dia, sebagian responden mempercayai isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dibicarakan di media sosial.

"Dari sekian responden menyatakan 54,1 persen menyatakan pernah mendengar berita kebangkitan PKI di medsos. Dan dari sekian banyak itu 42,8 persen setuju dengan isu tersebut," kata dia.

Baca juga: Pengusaha Tionghoa Tak Khawatir soal Kondisi Politik Indonesia Saat Ini

"Jadi ada lima orang Indonesia itu pernah mendengar kebangkitan PKI, dan 42 persennya berarti 2 atau 3 orang percaya PKI bangkit lagi. Dan mereka mendapatkan itu semua dari media sosial," lanjutnya.

Intoleransi

Amin melihat media sosial berperan besar dalam mendorong intoleransi politik. Ia nemperkirakan intoleransi politik di Indonesia semakin menguat jelang Pemilu 2019.

Selain karena media sosial, intoleransi politik menjadi tinggi karena faktor perasaan terancam, rasa tidak percaya dan fanatisme keyakinan.

Baca juga: Inilah Sepuluh Kota Paling Toleran di Indonesia

Halaman:


Terkini Lainnya

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com