Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Risiko di Balik Penjualan Blangko E-KTP, Dipakai Transaksi Narkoba hingga Koruptor

Kompas.com - 07/12/2018, 16:57 WIB
Inggried Dwi Wedhaswary

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri menyerahkan sepenuhnya kasus penjualan blangko kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) ke kepolisian. Sejumlah pihak juga mendorong agar Kemendagri menyikapi persoalan ini secara serius.

Berdasarkan investigasi Harian Kompas, blangko e-KTP ini diperjualbelikan di pasaran, tepatnya di Pasar Pramuka Pojok, Jakarta Pusat, dan toko yang ada dalam platform e-dagang, Tokopedia.

Menindaklanjuti temuan itu, Kemendagri melakukan penelusuran dan akhirnya diketahui bahwa pelaku penjualan online blangko e-KTP adalah anak Kepala Dinas Dukcapil di Tulangbawang, Lampung. Pelaku sudah diproses hukum.

Dorongan agar kasus ini diusut tuntas salah satunya karena peredaran blangkao e-KTP asli tapi palsu alias aspal ini bisa dimanfaatkan untuk berbagai tindak kejahatan.

Baca juga: 5 Fakta Terungkapnya Penjualan Blangko E-KTP di Pasar Pramuka hingga Tokopedia

Penelusuran Kompas mendapati bahwa blangko e-KTP aspal yang identik dengan e-KTP asli menjadikannya sulit diidentifikasi secara kasat mata, tanpa memeriksa informasi pada cip KTP elektronik dengan menggunakan card reader atau mesin pembaca Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan.

E-KTP aspal itu bahkan bisa digunakan untuk membuka rekening pada sebuah bank dan untuk memesan tiket kereta api.

Dengan adanya celah ini, peredaran blangko e-KTP secara ilegal bisa menimbulkan risiko terjadinya tindak pidana.

Hal ini pernah terjadi dalam kasus yang melibatkan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono. Pemberi suap, Adiputra, saat persidangan pada awal tahun 2018 mengaku menggunakan KTP elektronik aspal buatan Pasar Pramuka untuk membuka rekening di Bank Mandiri.

Baca juga: Kemendagri: Ada 2 Cara Antisipasi Penyalahgunaan Blangko E-KTP Palsu

Dana suap untuk Antonius sebesar Rp 2,3 miliar dialirkan melalui rekening tersebut.

Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae juga mengungkapkan, penggunaan e-KTP aspal juga pernah ditemukan dalam transaksi-transaksi perbankan terkait kasus korupsi maupun narkoba.

“Kasus-kasus (transaksi mencurigakan) yang kita temukan, juga sebagian yang kita teliti, mau korupsi, narkoba, masih menemukan KTP aspal. Mungkin ini yang harus saya koordinasikan dengan bank,” kata Dian, seperti dikutip dari Harian Kompas, Jumat (7/12/2018).

Sementara itu, Ahli teknologi informasi Universitas Indonesia, Bob Hardian Syahbuddin, mengatakan, e-KTP aspal terjadi karena pemerintah tak benar-benar menggunakan fungsi elektronik pada kartu identitas itu.

Baca juga: Blangko E-KTP Dijual, Polri Akan Tindak Jika Ada Pelanggaran Hukum

“Kalau kita hanya mengandalkan informasi di depan (data di muka kartu KTP-el), kita bisa sulit membedakan KTP-el yang asli dan palsu, maupun asli tapi palsu. Yang paling valid itu yang ada di dalam (cip),” kata Bob, yang pernah dilibatkan KPK sebagai saksi ahli korupsi proyek KTP elektronik pada 2010-2011.

Ia menyebutkan, selain nama dan alamat, cip KTP juga menyimpan data biometrik seperti sidik jari. Menurut Bob, sebagai kartu identitas elektronik, seharusnya data yang disimpan di cip KTP elektronik dapat diakses secara elektronik pula.

Dua cara antisipasi

Merespons temuan ini, Direktur Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, perlu adanya antisipasi untuk mencegah penggunaan e-KTP palsu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com