JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyebut, pihaknya telah menerima dua surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terkait kasus yang menjerat Bahar bin Smith.
SPDP diterima kejaksaan dari Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya.
“SPDP sudah kita terima bahkan penyebutan tersangka sudah. Kita tinggal tunggu proses penyidikan oleh pihak penyidik Polri, karena ada dua SPDP disini, SPDP dari Bareskrim Mabes Polri dan dari Polda (Polda Metro Jaya),” kata Prasetyo di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (7/12/2018).
Prasetyo menjelaskan, nantinya SPDP yang diterbitkan Bareskrim Polri akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum).
Sementara, SPDP yang diterima dari Polda Metro Jaya akan diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
“Nanti teknisnya seperti apa, apakah limpahan ke pengadilan digabungkan karena waktunya berdekatan atau seperti apa," tutur Prasetyo.
Baca juga: Dinilai Kooperatif, Bahar bin Smith Tak Ditahan Setelah Jadi Tersangka
Prasetyo menjelaskan, SPDP yang diterbitkan Polda Metro Jaya juga terkait kasus dugaan ujaran kebencian yang dilakukan Bahar.
"Melakukan hate speech ujaran kebencian kepada presiden dan harus segera dituntaskan," kata Prasetyo.
Sementara Bareskrim Polri telah menetapkan Bahar sebagai tersangka terkait kasus dugaan diskriminasi ras dan etnis.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa Bahar pada Kamis (6/11/2018).
Video ceramah Bahar dilaporkan oleh ormas Cyber Indonesia dengan sangkaan mengandung ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Polisi Buru Penyebar Video Ceramah Bahar bin Smith
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Bahar belum ditahan. Penyidik hanya meminta Imigrasi mencegah Bahar bepergian ke luar negeri.
Bahar dijerat dengan sangkaan berlapis, yaitu Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, Pasal 45 ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2008 tentang ITE, serta Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.