JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf mengungkapkan, ada beberapa masalah lain yang mengakar dalam panjangnya konflik di tanah Papua.
Hal itu disampaikannya terkait peristiwa pembantaian pekerja pembangunan jalan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), di Kabupaten Nduga, Papua.
Araf menjelaskan, pemerintah selama ini terfokus pada pembangunan ekonomi. Menurut dia, hal ini tak salah. Akan tetapi, persoalan lainnya tidak boleh luput untuk diperhatikan.
"Pembangunan ekonomi penting dilakukan, itu juga benar. Tapi itu tidak cukup untuk menyelesaikan akar konflik di Papua secara keseluruhan, karena ada problem lain," ujar Araf saat ditemui di Kantor Imparsial, Jakarta Selatan, Kamis (6/12/2018).
Baca juga: Lagi, 7 Jenazah Pekerja yang Dibunuh KKB di Nduga Papua Berhasil Dievakuasi ke Timika
Masalah pertama, kata dia, jika melihat histori bergabungnya Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut dia, masih ada yang mengganjal bagi sebagian warga soal ini.
Berikutnya, masalah marjinalisasi yang masih kerap diterima oleh orang Papua. Selain itu, kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua selama masa Orde Baru dan reformasi tidak terselesaikan melalui jalur hukum.
"Kita perlu tahu bahwa Papua mengalami kekerasan cukup sangat masif pada era 32 tahun Orde Baru. Tapi kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi tidak ada satu proses peradilan yang bisa mengupas itu. Di masa reformasi juga terjadi pelanggaran HAM," ujar Araf.
Menurut Araf, persoalan-persoalan ini membuat masyarakat Papua mempertanyakan kehadiran pemerintah bagi mereka.
"Akumulasi-akumulasi tadi merasa menurut Papua bahwa kok tidak ada penyelesaiannya," kata dia.
Baca juga: 3 Saran Imparsial untuk Penanganan Pembantaian Pekerja di Nduga Papua
Oleh karena itu, Imparsial mendorong pemerintah menggunakan pendekatan merangkul atau inklusif terhadap masyarakat Papua.
Araf berharap, rakyat Papua ikut disertakan dalam diskusi dengan pemerintah untuk mencari solusi dari penyelesaian konflik di bagian paling Timur Indonesia itu.
Ia ingin agar solusi yang yang dicapai merupakan hasil kesepakatan bersama, dan tak hanya bersumber dari satu pihak.
"Seharusnya negara merubah cara pandang, persepsinya dengan berkacamata membangun suatu pendekatan yang lebih inklusif, menjadikan masyarakat Papua untuk menjadi subjek dalam rangka penyelesaian konflik, bukan hanya sebatas objek," kata dia.
Pekan lalu, terjadi pembunuhan sadis yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di wilayah Nduga, Papua, terhadap pekerja PT Istaka Karya.
Kapolri Jenderal (pol) Tito Karnavian mengungkapkan berdasarkan informasi sementara, terdapat 20 yang tewas, yaitu 19 pekerja dan satu anggota TNI yang gugur.
Mereka dibunuh oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) saat membangun jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak di jalur Trans Papua, Kabupaten Nduga.
Akibat kejadian tersebut, proyek Trans Papua yang dikerjakan sejak akhir 2016 dan ditargetkan selesai 2019 itu dihentikan untuk sementara waktu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.