JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh memastikan insiden jual beli blangko E-KTP di toko online tidak akan mengganggu keberlangsungan Pemilu 17 April 2019.
Sebab, blangko yang terjual hanya 10 buah. Hal itu dinilai tidak akan menimbulkan efek khusus bagi Pemilu.
Baca juga: Blangko E-KTP Dijual, Polri Akan Tindak Jika Ada Pelanggaran Hukum
"Kalau buat pemenangan pileg pilpres engga ngefek. (Blangko E-KTP yang dijual) hanya 10," kata Zudan saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/12/2018).
Zudan juga menyebut, blangko E-KTP yang dijual itu tidak bisa digunakan sebagaimana E-KTP asli.
Sebab, dalam chip E-KTP yang dijual bebas itu tidak terkoneksi dengan pusat data yang dimiliki Kemendagri.
Baca juga: Motif Iseng Pelaku Penjual Blangko E-KTP
Praktik jual beli tersebut juga tidak menyebabkan pusat data menjadi jebol.
"Dan membuat KTP el jadi KTP palsu. Jadi nyoblosnya mau di mana? Jadi nggak ada kaitannya sama pemilu," ujar Zudan.
Meski demikian, Zudan mengatakan tindakan pelaku adalah perbuatan fatal karena menyebabkan kegaduhan.
Baca juga: Blangko E-KTP Dijual di Tokopedia, Kemendagri Buat Laporan ke Polisi
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) mengungkap kasus penjualan blangko E-KTP di toko yang ada dalam platform e-dagang.
Pengungkapan kasus itu diawali dari investigasi yang dilakukan oleh Harian Kompas.
Berbekal informasi tersebut, Ditjen Dukcapil selanjutnya melakukan penelusuran melalui koordinasi bersama perusahaan pencetak blangko E-KTP dan toko penjual online.
Baca juga: Kemendagri Serahkan Kasus Pencurian Blangko E-KTP ke Polisi
Selama dua hari penyelidikan, Ditjen Dukcapil berhasil mengidentifikasi pelaku, berikut identitasnya.
Saat ini, kasus tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan penyelidikan lebih dalam.
Sesuai dengan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, perbuatan tersebut merupakan tindakan pidana. Ancaman hukumannya berupa pidana penjara paling lama 10 Tahun dan denda paling banyak 1 milyar rupiah.