Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi Koruptor, Antara Sistem Pemilu dan Integritas Elite

Kompas.com - 05/12/2018, 10:14 WIB
Jessi Carina,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, sebanyak 69 persen orang yang ditangkap atas kasus korupsi memiliki latar belakang partai politik.

Dari mulai kepala daerah, anggota DPR, sampai menteri yang menjadi anggota partai tertentu.

Terkait fakta tersebut, para politisi berdalih, salah satu penyebab maraknya korupsi oleh oknum partai adalah karena sistem yang tak sempurna.

Hal itu terungkap dalam acara peringatan Hari Anti Korupsi Dunia (Hakordia) yang digelar di Hotel Bidakara Jakarta, Selasa (4/12/2018) kemarin.

Baca juga: KPK: 69 Persen Orang yang Ditangkap KPK Berlatar Belakang Parpol

Saat itu, KPK mengundang partai politik peserta pemilu untuk membahas masalah korupsi dan meminta komitmen untuk pencegahan korupsi.

Sistem dinilai tak sempurna

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan, penting bagi negara untuk membiayai parpol.

Bambang kemudian menceritakan praktik transaksional yang bisa terjadi dalam pemilihan kepala daerah. Bakal calon kepala daerah membutuhkan rekomendasi partai agar bisa maju Pilkada.

Dalam beberapa kasus, surat rekomendasi ini ada harganya.

Baca juga: Kepala Bappenas: 80 Persen Kasus Korupsi Libatkan Swasta

"Bupati, wali kota paling murah Rp 5 miliar. Gubernur bisa ratusan miliar (rupiah)," kata politisi Golkar itu.

Setelah menang, kepala daerah jadi terlilit utang. Korupsi menjadi jalan pintas bagi mereka untuk lepas dari utang itu.

"Kita harap parpol jangan jadi ladang bisnis baru dan ketua partai tidak dikuasai pemilik modal. Harus kita hentikan kalau tidak negara kita arahnya berubah," kata dia.

Hal senada disampaikan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan. Ia mengatakan, sistem parpol harus disempurnakan.

"Kalau KPK mau agak ringan kerjaannya, tugasnya, memang sistem partai politik kita harus diubah," ujar Zulkifli.

Baca juga: Bantah Prabowo, Jokowi Tolak Anggapan Korupsi Indonesia seperti Kanker Stadium 4

Sistem parpol yang dia maksud lagi-lagi soal pembiayaan partai. Dia memberi contoh, di Amerika sebagian besar biaya parpol ditanggung oleh negara.

Oleh karena itu, ketika terjadi korupsi, parpol bisa melakukan tindakan tegas dan keras.

Sementara itu di Eropa, partai politik tidak dibiayai negara. Anggota parlemen di sana juga tidak menerima gaji.

Namun, mereka diperbolehkan melakukan pekerjaan lain untuk mendapatkan sumber pendapatan, misalnya dengan menjadi pengusaha.

Zulkifli mengatakan, seharusnya sistem partai politik di Indonesia bisa mengambil salah satu antara itu.

"Kita mau pilih yang mana? Apa dibebaskan parpol boleh berbisnis? Atau biaya ditanggung negara. Ini baru jelas. Kalau sekarang semua tidak boleh tapi biaya perlu dan mahal," kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar berpendapat, sistem pemilihan langsung juga memiliki andil dalam praktik politik uang di dalam partai politik.

"Pilkada langsung ini awal muasal politik uang yang paling dominan. Didikan tentang politik uang yang paling nyata adalah sejak dilaksanakannya pilkada langsung," ujar politisi yang akrab disapa Cak Imin itu.

Baca juga: Menurut Ketua KPK, Kepala Daerah Mustahil Balik Modal Tanpa Korupsi

Menurut dia, pemilu langsung membuka celah untuk transaksi politik yang tidak semestinya. Kader terbaik yang telah disiapkan oleh partai bisa kalah saing ketika berhadapan dengan sistem pemilihan langsung.

Dia berpendapat, konsolidasi demokrasi harus diubah dalam sistem "permusyawaratan perwakilan". Pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung mesti dibatasi hanya tingkat tertentu saja.

Masalah integritas

Peneliti Indonesia Corruption Watch Divisi Korupsi Politik Almas Syafrina berpendapat, sebenarnya biaya politik yang mahal bukan karena sistem pemilihan langsung.

Menurut dia, biaya politik yang mahal karena cara politisi mengikuti proses pemilunya.

"Yang membuat mahal adalah kegiatan-kegiatan yang sebenarnya dilarang oleh UU dan kegiatan yang menurut kami tidak perlu. Misalnya, yang ilegal, ya mahar politik, politik uang, itu yang membuat mahal," kata Almas ketika dihubungi, Rabu (5/12/2018).

Contohnya, ketika calon kepala daerah dimintai uang untuk mendapatkan rekomendasi dari partai. Almas mengatakan, itu saja sudah termasuk praktik politik uang.

Jika elite partai mengikuti semua tahapan secara lurus, sesungguhnya biaya politik tidak mahal.

Partai hanya membiayai alat peraga kampanye saja yang memang legal diatur Undang-Undang.

"Kalau mau pilkada tidak mahal, ya parpol jangan menerapkan mahar politik kepada calon kepala daerah yang membutuhkan rekomendasi. Dicoret saja mahar politik," kata dia.

Hal sama berlaku soal pembiayaan saksi. Almas berpendapat, biaya saksi juga tidak diperlukan parpol. Sedianya sudah ada pengawas pemilu yang disiapkan di tiap TPS yang disiapkan Badan Pengawas Pemilu.

"Percayakan saja parpol dengan seluruh caleg, calon kepala daerah, kepada penyelenggara pemilu, kepada pengawas pemilu di lapangan," kata dia.

Dia menyimpulkan bahwa korupsi oleh oknum partai bukan karena biaya politik yang tinggi. Semua itu kembali kepada integritas partai politik.

Dalam hal ini, hal yang harus dibenahi adalah internal parpol terlebih dahulu.

"Pilkada mau langsung atau tidak, pileg mau tertutup atau terbuka, sepanjang parpolnya itu tidak di-reform, tidak dibenahi, ya tetap saja akan menimbulkan masalah," kata dia.

Menunggu bukti komitmen

KPK meminta para politisi berkomitmen dengan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) yang di dalamnya mencakup pedoman dalam kode etik, demokrasi internal partai, pendanaan yang transparan, dan kaderisasi.

Penandatanganan itu diikuti oleh para pimpinan parpol didampingi pimpinan KPK.

Ketua KPK Agus Rahardjo berharap partai peserta Pemilu 2019 terus berkomitmen meningkatkan sistem integritas di internalnya.

"KPK mengajak seluruh parpol di Indonesia dan hari ini kita lihat komitmennya untuk hadir dan bersedia tanda tangan dan bersedia berjanji menegakkan terus menerus sistem integritas partai politik," kata Agus.

Agus juga berharap melalui kesepakatan ini, parpol bisa berkontribusi lebih baik memperbaiki kualitas demokrasi Indonesia ke depannya.

"Mudah-mudahan teman-teman di parpol kemudian melaksanakan dengan tepat, kita berharap banyak pada mereka (parpol)," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

Nasional
Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Nasional
Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

Nasional
Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Nasional
Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com