Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Sejumlah Hal yang Melatari Basarah Sebut "Soeharto Guru Korupsi"

Kompas.com - 01/12/2018, 22:35 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Ahmad Basarah mengatakan, ada sejumlah faktor yang menjadi latar belakang mengapa dirinya mengungkapkan "Soeharto adalah guru korupsi di Indonesia."

Pertama, karena calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan bahwa kondisi korupsi di Indonesia saat ini sudah seperti penyakit kanker stadium 4. Basarah menilai, kubu Prabowo telah mengidentikkan dirinya sebagai bagian dari kelompok Orde Baru.

"Dalam banyak kesempatan, kita sering mendengarkan klaim Pak Prabowo dan Pak Sandiaga yang mengidentifikasi sebagai bagian dari Orde Baru, bahkan salah satu partai pengusungnya adalah Partai Berkarya yang mengampanyekan untuk menghidupkan kembali kepemimpinan di zaman Orde Baru," ujar Basarah dalam konferensi pers di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Sabtu (1/12/2018).

Baca juga: PDI-P Akui Pernyataan Basarah, Soeharto Guru Korupsi Merupakan Kampanye Negatif

Karena itu, Basarah mengeluarkan pernyataan bahwa apa yang diungkapkan Prabowo itu bertolak belakang dengan afiliasi kelompoknya sendiri.

Kedua, Basarah tak terima dengan sikap Prabowo yang seolah-olah telah mencoreng muka bangsa sendiri di forum internasional.

"Dalam pandangan saya, Pak Prabowo membongkar aib bangsanya sendiri dengan mengatakan dan menjelaskan kondisi dan kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Saya sangat menyayangkan mengapa seorang capres menjelek-jelekkan bangsa sendiri di luar negeri. Bukankah itu membuka aib bangsanya sendiri? Bukannya itu mencoreng bangsanya sendiri?" ujar Basarah.

"Pernyataan itulah yang akhirnya dengan sangat terpaksa saya harus merespons sikap Pak Prabowo itu dengan menyampaikan pernyataan-pernyataan yang menurut saya sebenarnya bukan hal baru juga di dalam konteks wacana politik," lanjut dia.

Ketiga, apa yang diungkapkan adalah fakta. Penelitian tentang korupsi di era Soeharto yang dilakukan oleh Ketua Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gajah Mada Oce Madril menyebutkan, ada 8 keputusan presiden yang dibuat Soeharto demi memperlancar praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia.

Baca juga: PDI-P Klaim Banyak Advokat Siap Bela Ahmad Basarah soal Soeharto Guru Korupsi

Terakhir, pernyataannya tersebut adalah sebagai bagian dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan dilindungi oleh Undang-Undang Pemilu.

"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, saya dalam kapasitas sebagai TKN yang secara resmi didaftarkan Pak Jokowi dan Kiai Ma'ruf, saya sebagai juru bicara nasional, dibenarkan memberikan penjelasan kepada publik tentang fakta-fakta obyektif yang terjadi. Salah satunya tentang track record dari capres dan cawapres sekaligus sistem yang akan dibangunnya," ujar Basarah.

"Menurut UU Pemilu itu, kami dibenarkan untuk membangun kontra narasi ketika Pak Prabowo sebagai capres mengampanyekan tentang isu korupsi. Ya saya harus menjelaskan tentang bagaimana sebenarnya korupsi terjadi di Indonesia," lanjut dia.

Polemik itu bermula dari pernyataan Basarah bahwa maraknya korupsi di Indonesia dimulai sejak era Presiden ke-2 Soeharto. Berdasarkan itu, Basarah menyebut Soeharto sebagai guru dari korupsi di Indonesia.

"Jadi, guru dari korupsi di Indonesia sesuai TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 itu mantan Presiden Soeharto dan itu adalah mantan mertuanya Pak Prabowo," kata Basarah saat itu. 

Basarah mengemukakan itu untuk merespons pidato Prabowo di sebuah forum di Singapura. Di sana Prabowo mengatakan, "Isu utama di Indonesia sekarang adalah maraknya korupsi, yang menurut saya sudah seperti kanker stadium 4."

Belakangan, Partai Berkarya berencana melaporkan Basarah ke Polri atas pernyataannya "Soeharto adalah guru korupsi". Namun, saat ini pihak internal Partai Berkarya sedang berkonsultasi dengan keluarga Soeharto terlebih dahulu terkait hal itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com