Usaha mewujudkan negara persatuan dapat diperkuat dengan budaya gotong royong dalam kehidupan masyarakat sipil dan politik dengan terus mengembangkan pendidikan kewargaan dan multikulturalisme yang dapat membangun rasa keadilan dan kebersamaan, dengan dilandasi prinsip-prinsip kehidupan publik yang lebih partisipatif dan nondiskriminatif.
Dalam memperkuat daya gotong-royong itu, keinginan hidup menjadi satu bangsa tidak akan mengarah pada nasionalisme sempit dan tertutup.
Ke dalam, kemajemukan dan aneka perbedaan yang mewarnai kebangsaan Indonesia tidak boleh dipandang secara negatif sebagai ancaman yang bisa saling menegasikan.
Sebaliknya, hal itu perlu disikapi secara positif sebagai limpahan karunia yang bisa saling memperkaya khazanah budaya dan pengetahuan lewat proses penyerbukan silang budaya.
Puncak-puncak kebudayaan daerah dan hasil persilangan antarbudaya daerah terhitung sebagai kebudayaan bangsa yang dapat memperkuat kepribadian nasional.
Bahasa daerah serta penyerapan bahasa antardaerah bisa menjadi sumber pengayaan bahasa nasional.
Karena, sebagaimana dikatakan (alm) Nurcholish Madjid (1995: 67), "Masyarakat yang terkotak-kotak dengan masing-masing penuh curiga kepada satu sama lainnya bukan saja mengakibatkan tidak efisiennya cara hidup demokratis, tapi juga dapat menjurus kepada lahirnya pola tingkah laku yang bertentangan dengan nilai-nilai asasi demokrasi. Pengakuan akan kebebasan nurani (freedom of conscience), persamaan hak dan kewajiban bagi semua (egalitarianisme), dan tingkah laku penuh percaya kepada iktikad baik kepada orang dan kelompok lain mengharuskan adanya landasan pandangan kemanusiaan yang positif dan optimistis."
Dengan demikian, kebangsaan Indonesia ialah ekspresi rasa syukur atas desain sunatullah (hukum Tuhan). Segala puji bagi Tuhan atas segala karunia kekayaan-kemajemukan dan keindahan negeri ini, dan segala bakti bagi sesama demi kebahagiaan hidup bersama.
Puji dan bakti itu kita lakukan dengan menjunjung tinggi kesetaraan kemuliaan manusia. Lewat usaha mengembangkan sikap positif terhadap kemajemukan bangsa, melalui perwujudan demokrasi permusyawaratan berlandaskan semangat persatuan yang berorientasi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, di atas itulah nasionalisme Indonesia kita budidayakan.
Nasionalisme dan spirit persatuan tersebut harus bisa menjawab ancaman perpecahan bangsa agar media sosial (medsos), misalnya, tidak lagi menjadi surga bagi para penyebar informasi bohong (hoax).
Selanjutnya, sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), yang terus diembuskan untuk memecah-belah persatuan bangsa bisa dikikis dan dinafikan di dalam setiap kepala anak bangsa.
Segregasi harus dihindari, agar perpecahan tidak menjadi buah pahit yang dipanen anak cucu kita nantinya.
Semua itu jelas membutuhkan kehadiran nilai-nilai nasionalisme, patriotisme, dan rasa cita Tanah Air yang tinggi, seperti semangat rela berkorban, pantang menyerah, menjaga tumpah darah, dan berintegritas, dan lainya.
Nah, Hari Pahlawan yang belum lama kita peringati semestinya juga mengingatkan kita untuk tetap menjaga cara-cara praktis dan strategis dalam mencintai Indonesia, bukan cara praktis dan strategis untuk merusak rasa cita Tanah Air yang telah terbentuk lama di dalam benak-benak anak bangsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.