NASIONALISME adalah sebuah sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas ke pentingan pribadi atau ke lompok.
Namun, ada kalanya jiwa nasionalisme terkikis karena berbagai hal, salah satunya adalah karena arus globalisasi.
Masuknya berbagai budaya dan produk asing seiring arus globalisasi berdampak pada memudarnya jiwa nasionalisme, terutama pada generasi muda.
Banyak generasi muda Indonesia saat ini lebih mengerti dan mencintai budaya asing dari pada budaya-budaya asli Indonesia. Padahal, untuk menjadi bangsa yang maju dan kuat, jiwa nasionalisme harus dimiliki oleh setiap warganya.
Dengan jiwa nasionalisme, setiap warga negara akan merasa cinta dan bangga dengan bangsa dan negaranya. Begitu pula sebaliknya, setiap warga negara merasa terusik jika ada bangsa lain yang meremehkan atau bahkan menghina bangsanya. Inilah jiwa nasionalisme yang harus dimiliki oleh setiap rakyat Indonesia.
Sudah jelas bahwa penebar kebencian, pembuat hoaks, pelaku politisasi SARA, adalah orang-orang yang anti nasionalisme dan anti kebangsaan. Mereka tak peduli masyarakat terbelah dan bangsa ini terkotak-kotak selama kepentingannya terpenuhi.
Padahal, mengupayakan persatuan dari masyarakat plural seperti Indonesia bukanlah perkara yang mudah.
Sejak awal berdirinya Republik ini, para pendiri bangsa menyadari sepenuhnya bahwa proses nation building merupakan agenda penting yang harus terus dibina dan ditumbuhkan.
Bung Karno, misalnya, membangun rasa kebangsaan dengan membangkitkan sentimen nasionalisme yang menggerakkan "suatu iktikad, suatu keinsafan rakyat, bahwa rakyat itu adalah satu golongan, satu bangsa".
Dengan mengacu pada pendapat Ernest Renan, Bung Karno mengatakan bahwa bangsa adalah satu jiwa (une nation est un âme). Satu bangsa adalah satu solidaritas yang besar (une nation est un grand solidarité).
Kebangsaan tidak bergantung pada persamaan bahasa meski dengan adanya bahasa persatuan bisa lebih memperkuat rasa kebangsaan. Kalau begitu, apakah gerangan yang mengikat manusia menjadi satu jiwa?
Dengan mengutip Renan, Soekarno mengatakan bahwa yang menjadi pengikat itu adalah kehendak untuk hidup bersama (le désir d’ être ensemble).
"Jadi gerombolan manusia, meskipun agamanya berwarna macam-macam, meskipun bahasanya bermacam-macam, meskipun asal turunannya bermacam-macam, asal gerombolan manusia itu mempunyai kehendak untuk hidup bersama, itu adalah bangsa," kata Soekarno.
Oleh karena itu, Negara Persatuan Indonesia, sebagai ekspresi dan pendorong semangat kegotong-royongan, harus mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; bukan hanya membela atau mendiamkan suatu unsur masyarakat atau bagian tertentu dari teritorial Indonesia.
Negara juga diharapkan mampu memberikan kebaikan bersama bagi warganya, tanpa memandang siapa dan dari golongan, etnik, agama atau kelas sosial apa mereka.