Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saran Para Ahli Hukum kepada KPU soal Pencalonan OSO sebagai Anggota DPD...

Kompas.com - 28/11/2018, 11:23 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah ahli hukum tata negara mendatangi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memberikan saran kepada lembaga penyelenggara Pemilu tersebut, terkait sikap mereka terhadap pencalonan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

KPU kembali melakukan pertemuan dengan para ahli hukum tata negara Selasa (27/11/2018), setelah sebelumnya melakukan pertemuan serupa, Rabu (14/11/2018).

Sejumlah ahli hukum tata negara yang hadir di antaranya dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), hingga Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Dari pertemuan itu, muncul sejumlah saran dan pandangan, di antaranya:

1. KPU disarankan untuk menyurati OSO. Isinya, meminta yang bersangkutan untuk mundur sebagai anggota partai politik untuk dapat dimasukan ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2019.

Saran itu disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari.

Feri mengatakan, permintaan OSO untuk mundur itu sebagai bentuk kepatuhan seluruh warga negara terhadap putusan MK yang menyatakan anggota partai politik tak boleh mencalonkan diri sebagai anggota DPD.

"KPU bisa memberikan atau menyurati Pak OSO untuk segera mematuhi putusan MK dengan memberikan surat pengunduran diri sebagai pengurus parpol," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/11/2018).

Baca juga: KPU Hati-hati Ambil Keputusan soal Pencalonan OSO sebagai Anggota DPD

2. KPU disarankan untuk mengajukan sengketa kewenangan antarlembaga ke MK terkait pencalonan OSO sebagai anggota DPD.

Langkah tersebut, kata Feri Amsari, bisa diambil KPU jika OSO tidak mau menyerahkan surat pengunduran diri sebagai anggota partai politik, sebagaimana syarat pencalonan anggota DPD.

3. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta OSO berkonsentrasi mengurus partainya.

Titi mengatakan, tantangan partai politik dalam Pemilu 2019 berat, lantaran parliamentary threshold atau ambang batas parlemen naik menjadi 4 persen. Ada baiknya, pimpinan partai politik berkonsentrasi mengelola partainya supaya bisa melewati ambang batas parlemen.

Baca juga: OSO Disarankan Fokus Urus Hanura Ketimbang Maju Jadi Calon DPD

Alih-alih mencalonkan diri sebagai anggota DPD dengan jabatan sebagai Ketua Umum Partai Hanura, OSO disarankan untuk fokus kepada partainya.

Apalagi, putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 melarang anggota DPD rangkap jabatan sebagai anggota partai politik.

4. Titi Anggraini menyebut pihaknya berencana mengajukan judicial review (JR) atau uji materi Pasal 471 ayat 7 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.

Pasal tersebut, mengatur soal proses penyelesaian sengketa Pemilu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang bersifat final dan mengikat.

Titi mengatakan, putusan PTUN terkait penyelesaian sengketa pemilu yang bersifat final dan mengikat adalah tidak lazim.

Sebab, dalam hal sengketa administrasi negara, PTUN merupakan lembaga peradilan hukum di tingkat pertama. Oleh karenanya, tidak lazim jika kemudian putusan PTUN bersifat final dan mengikat.

Baca juga: Yusril Sebut KPU Berkelit Tak Mau Jalankan Putusan PTUN soal OSO

Putusan PTUN itu merujuk pada putusan Nomor 242 yang membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.

Majelis Hakim juga memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut, dan menerbitkan SK yang baru yang menyatakan OSO memenuhi syarat (MS) sebagai calon anggota DPD.

5. Pada pertemuan KPU dengan ahli hukum tata negara sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Aulia Kasanova menyarankan KPU untuk menjalankan putusan MK. Sebab, putusan MK memiliki hierarki yang lebih tinggi dibanding putusan MA dan PTUN.

Aulia mengatakan, MK dalam mengeluarkan putusan menerjemahkan penafsiran Undang-Undang yang kemudian diperbandingkan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

"Kalau untuk memilih tingkatan putusan MA, TUN, atau MK, ya jelas dalam konteks putusan, putusan MK lebih tinggi. MK hadir di era reformasi dan bentuk perjuangan hak konstitusional warga negara," kata Aulia di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/11/2018).

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang itu mengatakan, putusan MK juga bersifat final and binding, yang berarti berkekuatan hukum tetap sejak dibacakan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga kini belum mengambil keputusan soal pencalonan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Menurut Ketua KPU Arief Budiman, pihaknya masih mempertimbangkan sejumlah hal sebelum mengambil keputusan.

Selain mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait syarat pencalonan anggota DPD, KPU juga memikirkan cara untuk menjalankan putusan ketiganya tanpa menimbulkan persoalan baru.

Dalam proses pengambilan keptusan, KPU akan mempertimbangkan hasil pertemuan dengan para ahli hukum dan audiensi dengan MK yang digelar Kamis (22/11/2018).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasional
Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasional
Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Nasional
Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

Nasional
Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Nasional
Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com