Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Sebut KPU Berkelit Tak Mau Jalankan Putusan PTUN soal OSO

Kompas.com - 28/11/2018, 09:51 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Oesman Sapta Odang (OSO), Yusril Ihza Mahendra, menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkelit karena tak mau jalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai pencalonan OSO sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Menurut Yusril, KPU takut kehilangan muka ketika menjalankan putusan PTUN.

Putusan itu sendiri berisi perintah Majelis Hakim PTUN kepada KPU untuk membatalkan surat keputusan (SK) mereka yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD Pemilu 2019.

Dalam putusannya, hakim juga memerintahkan KPU mengganti SK OSO, dengan menyatakan Ketua Umum Partai Hanura itu memenuhi syarat (MS) sebagai calon anggota DPD.

"KPU hanya berkelit-kelit tidak mau melaksanakan putusan PTUN karena takut kehilangan muka. Padahal di sini tidak ada kepentingan pribadi. KPU menjalankan tugas negara secara netral dan obyektif," kata Yusril saat dikonfirmasi, Rabu (28/11/2018).

Baca juga: KPU Hati-hati Ambil Keputusan soal Pencalonan OSO sebagai Anggota DPD

Yusril menilai, sebagai penyelenggara Pemilu, KPU tidak bisa memahami hukum dengan jernih. KPU bahkan disebut berotak kotor karena politik kepentingan.

Ia menyebut, seharusnya KPU bisa segera melaksanakan putusan PTUN, bukannya berkelit di balik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 tentang syarat pencalonan anggota DPD.

Dalam pandangan Yusril, putusan MK bersifat normatif. KPU sudah melaksanakan putusan MK tersebut dengan membuat revisi PKPU Nomor 14 Tahun 2018 menjadi PKPU Nomor 26 tahun 2018, dengan menambahkan syarat calon anggota DPD harus mundur dari kepengurusan parpol.

Namun demikian, putusan MK tidak berlaku surut. Hal itu juga sudah ditegaskan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan Nomor 65 P/HUM/2018.

Putusan MA itulah yang kemudian menjadi dasar bagi PTUN mengabulkan gugatan yang dilayangkan OSO. Putusan PTUN, lanjut Yusril, bersifat imperatif, yaitu harus dijalankan oleh KPU.

Baca juga: OSO Disarankan Fokus Urus Hanura Ketimbang Maju Jadi Calon DPD

"Sifat putusan MK dan MA adalah normatif karena menguji keberlakuan sebuah norma. Sedangkan Putusan PTUN bersifat imperatif, yakni perintah kepada KPU untuk melaksanakannya," ujar Yusril.

Yusril menambahkan, tak ada pertentangan antara putusan MK, MA, dan PTUN.

Pada Pemilu 2024, Yusril mengatakan, KPU dapat memberlakukan putusan MK yang menyebutkan anggota partai politik tak boleh menjadi calon anggota DPD. Sebab, putusan MK bersifat prospektif ke depan, bukan retroaktif ke belakang.

"Jadi calon anggota DPD yang tidak ada lagi pengurus parpol baru bisa diberlakukan mulai Pemilu 2024. Kepastian hukum menjadi jelas dengan Putusan MA yang membatalkan pemberlakuan surut putusan MK sebagaimana tertuang dalam PKPU 26/2018," tutur Yusril.

Sebelumnya, KPU mencoret OSO sebagai calon anggota DPD lantaran tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik. OSO dianggap masih tercatat sebagai anggota partai politik.

Menurut putusan MK, anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik.

Aturan mengenai larangan anggota DPD rangkap jabatan tercantum dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin, (23/7/2018). Putusan MK itu, berlaku sejak pertama kali dibacakan.

Atas putusan KPU itu, OSO melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

MA mengabulkan gugatan uji materi OSO terkait PKPU Nomor 26 Tahun 2018 yang memuat syarat pencalonan anggota DPD.

Sementara Majelis Hakim PTUN juga mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Hanura itu dan membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD. Hakim juga memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com