Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Neni Nur Hayati
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia. Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Regulasi Pemilu dan Ancaman "Money Politics"

Kompas.com - 27/11/2018, 16:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HINGGA saat ini, praktik money politics atau politik uang dalam penyelenggaraan pemilihan umum masih menjadi musuh utama demokrasi.

Semangat gerakan tolak money politics yang kerap disuarakan oleh jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada tahapan kampanye, masa tenang, hingga proses pemungutan dan penghitungan suara seakan menjadi kian berarti tatkala dilemahkan oleh regulasi aturan perundang-undangan.

Berdasarkan laporan Bawaslu pada 2018, hasil pengawasan pada Pemilihan Kepala Daerah 2018 memperlihatkan adanya indikasi politik uang sebanyak 535 kasus di tahapan kampanye.

Adapun pada tahapan masa tenang, ditemukan adanya 35 kasus yang tersebar di 10 provinsi. Pada proses pemungutan dan penghitungan suara, terdapat 2 kasus praktik politik uang yang terjadi di satu provinsi dan satu kabupaten.

Meski demikian, perlu kita akui bahwa potensi pelanggaran money politics yang terjadi pada Pilkada 2018 cenderung menurun dibandingkan dengan Pilkada 2015 dan 2017. Mengapa demikian?

Selain strategi pencegahan maksimal yang dilakukan oleh Bawaslu, juga melihat sisi aturan regulasi UU Pemilihan terhadap aktor money politics lebih kuat dan ketat.

Aturan pilkada 2018 menyebutkan bahwa pemberi dan penerima bila terbukti melakukan money politics dikenakan sanksi pidana. Biaya transpor peserta kampanye pun harus dalam bentuk voucer tidak boleh dalam bentuk uang.

Hal itu berbeda dari Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam UU Pemilu tersebut, untuk kasus money politics, Pasal 284 menyebutkan, "Dalam hal terbukti pelaksana dan tim kampanye pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung atau tidak langsung untuk tidak menggunakan hak pilihnya, menggunakan hak pilihnya dengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, memilih Pasangan Calon tertentu, memilih Partai Politik Peserta pemilu tertentu dan/atau memilih calon anggota DPD tertentu, sesuai dengan Pasal 286 hanya dijatuhkan sanksi administrasi."

Di samping itu, UU Pemilu ini membolehkan pemberian biaya uang makan/minum, biaya uang/transpor, biaya/uang pengadaan bahan kampanye kepada peserta kampanye pada pertemuan terbatas dan tatap muka peserta pemilu. Hal ini berdasarkan pada lampiran Pasal 286 UU Pemilu tidak termasuk pada kategori materi lainnya.

Selanjutnya, pada aturan bahan kampanye tercantum pada Peraturan KPU 23 Tahun 2018 Pasal 30, nilai setiap bahan kampanye apabila dikonversikan dalam bentuk uang nilainya paling tinggi Rp 60.000. Padahal, ketika Pilkada 2018, nilai bahan kampanye apabila dikonversikan paling tinggi Rp 25.000.

Ini artinya kita bisa melihat bahwa ternyata UU Pemilu ini memiliki kelemahan dalam menjerat perilaku money politics bila dibandingkan dengan UU Pilkada.

Ada banyak celah yang bisa dilakukan oleh peserta pemilu untuk memengaruhi pemilih. Dengan dibolehkannya pemberian biaya transpor, makan minum kepada peserta kampanye pun tampaknya pengawas pemilu di lapangan akan sulit untuk membedakan mana cost politic dan money politics apalagi pemilih.

Bagi mereka, ketika diberi sejumlah uang oleh peserta pemilu, pola pikirnya adalah untuk memilih calon yang bersangkutan.

Barangkali dapat dihitung berapa persen di antara peserta kampanye yang hadir dalam pertemuan terbatas atau tatap muka dan paham terhadap regulasi aturan perundang-undangan?

Tidak hanya itu, ketika nilai bahan kampanye menjadi naik dari aturan undang-undang sebelumnya, maka akan membuat peserta pemilu berlomba-lomba mengumpulkan dana kampanye yang tinggi.

Dampaknya ke depan calon yang menang bisa berpotensi melakukan tindakan korupsi untuk mengganti seluruh biaya yang telah dikeluarkan pada tahapan pencalonan sampai pemungutan dan penghitungan suara.

Memperkuat pengawasan pemilu

Dengan adanya kelemahan pada regulasi serta kondisi kepemiluan tahun 2019, yang kompetisinya akan lebih dinamis, peran pengawasan pemilu harus lebih diperkuat, mengingat berbagai potensi pelanggaran diperkirakan akan marak terjadi.

Pertama, tak henti-hentinya Bawaslu melakukan upaya pencegahan kepada partai politik sebagai strategi utama pengawasan. Bentuk pencegahan tersebut dapat dilakukan melalui lisan dan tulisan.

Sejauh ini Bawaslu sudah baik dalam melakukan upaya pencegahan. Salah satunya adalah ketika melakukan pengawasan tatap muka atau pertemuan terbatas.

Bawaslu terlebih dahulu menyampaikan beberapa hal yang bisa berpotensi melanggar agar tidak dilakukan oleh peserta pemilu.

Kedua, Bawaslu wajib melakukan adanya keterbukaan informasi kepada publik dalam segala persoalan tahapan baik yang menyangkut dengan data KPU atau peserta pemilu.

Sampaikan saja data yang dimaksud secara utuh agar publik bisa merespons hal-hal yang dipandang urgen. Misalnya saja ketika terjadi praktik money politics di suatu tempat kejadian yang dilakukan oleh peserta pemilu.

Meskipun ketika dilakukan penanganan hanya sampai sanksi administrasi, tapi paling tidak ketika hal itu diinformasikan ada kepekaan publik atas persoalan yang terjadi.

Secara bertahap publik akan melakukan penilaian terhadap tahapan yang sedang berlangsung. Dengan begitu, pola komunikasi yang dilakukan oleh pengawas pemilu dapat terbangun dengan sendirinya dan mampu meningkatkan kepercayaan public terhadap Bawaslu.

Ketiga, pengawas pemilu sampai ke tingkat desa melakukan pengawasan yang ekstra ketat terhadap daerah-daerah yang sedang terkena dampak bencana.

Ini bisa berpotensi dimanfaatkan oleh peserta pemilu sebagai ajang kampanye untuk meraih simpati pemilih dengan sumbangan-sumbangan yang diberikan.

Hidup dan mati Pemilu 2019 ada di 16 partai politik, dua pasang calon presiden dan wakil presiden, serta perseorangan dewan perwakilan daerah.

Segala daya upaya akan dikerahkan oleh seluruh peserta pemilu untuk memenangkan kontestasi.

Di sinilah pengawas pemilu menjadi salah satu kunci keberhasilan pengawasan pada proses dan hasil yang sesuai dengan aturan perundang-undangan untuk mewujudkan pemilu berkualitas dan berintegritas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com