KOMPAS.com - Berbagai dinamika mewarnai proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2018. Publik menyoroti mekanisme, ketentuan, dan kebijakan terkait rekrutmen pegawai negara ini.
Berdasarkan informasi dari akun resmi Twitter Badan Kepegawaian Negara (BKN), @BKNgoid, BKN sedang menyelesaikan pengolahan hasil Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) peserta CPNS.
Pemerintah telah menetapkan aturan mengenai kriteria penetapan kebutuhan PNS melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Nomor 36 Tahun 2018.
Setelah SKD berlangsung, banyak peserta tidak memenuhi passing grade yang telah ditentukan sebelumnya.
Hal ini membuat pemerintah melalui Kementerian PAN-RB mengeluarkan kebijakan baru melalui Peraturan Menteri PANRB Nomor 61 Tahun 2018 yang mengatur tentang optimalisasi pemenuhan kebutuhan pegawai negeri sipil atau PNS.
Sejumlah catatan mewarnai rekrutmen CPNS 2018.
Passing grade
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, banyak faktor yang menyebabkan sedikitnya jumlah peserta CPNS tidak dapat memenuhi passing grade.
Faktor tersebut dari sisi pemerintah maupun peserta.
Agus mengatakan, dari sisi pemerintah, bisa terjadi karena kurangnya komunikasi antar kementerian terkait.
Sementara, peserta kurang memahami soal yang diujikan karena perubahan cara pandang mereka, salah satunya karena telah terkontaminasi oleh gadget.
Setiap dikeluarkannya suatu aturan baru, pasti muncul perdebatan di masyarakat. Agus menilai, harus ada jalan keluar dari polemik yang terjadi.
"Perubahan kebijakan itu tidak masalah, sejauh itu memperbaiki," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Senin (26/11/2018).
Terkait perubahan-perubahan yang terjadi secara spontan ini, Agus menilai, ke depannya dapat dijadikan acuan agar lebih baik.
"Itu (perubahan kebijakan) persoalan di pemerintahan memang. Mereka cukup kaget (banyak yang tidak lolos). Karena dalam membuat soal kan harus disesuaikan. Tidak bisa soal tahun lalu diterapkan untuk tahun ini, mungkin sudah beda wawasan pesertanya," ujar dia.
"Buktinya soalnya tidak dipahami oleh peserta, ada persoalan di soalnya itu. Harus disesuaikan dengan yang ada. Untuk tahu apa yang dicari (pemerintah), Kementerian PANRB harus berbicara dengan kementerian lain atau lembaga yang menangani pendidikan, termasuk membuat soal dan sebagainya," lanjut Agus.
Saat ini perhatian publik tengah tertuju pada hasil SKD yang belum diumumkan secara resmi. Menurut Agus, pemerintah dapat mengumumkan hasil tes tersebut terlebih dahulu.
"Menurut saya, keluarkan dulu siapa lulus tidak lulus, tujuannya kan itu," ucap Agus.
Beberapa lokasi tes SKD memang langsung mengumumkan nilai-nilai peserta yang mengikuti ujian. Namun, hasil tersebut berupa angka secara murni dan tidak ada keterangan lolos atau tidaknya.
Agus mengatakan, pemerintah dapat menjadikan ini sebagai suatu bahan perbaikan.
"Yang pertama di-review apa yang telah terjadi, kenapa, cari sebabnya. Itu di-review, di mana kesalahannya. Misalnya di soal peserta menjawab A, lalu digolongkan," papar dia.
Selain itu, pemerintah juga dapat berkonsultasi dengan ahli, kementerian atau lembaga lain. Hal ini dapat membantu pemerintah menentukan kebijakan yang diambil dan kebijakan ke depan.
"Supaya kemudian kalau harus remidi atau apa, harus sesuai dengan pemahaman anak-anak (peserta). Jangan dikeluarkan kebijakan dulu, tapi enggak masalah kebijakan mau diubah, ditarik itu enggak masalah," lanjut dia.
Agus menyampaikan, paradigma masyarakat terutama orangtua terhadap pekerjaan menjadi CPNS juga harus diubah.
Selama ini, banyak orangtua memaksa anak untuk menjadi CPNS karena dinilai dapat menjamin masa depan.
"Paradigma itu yang menyulitkan, anak dipaksa untuk jadi CPNS. Di situ persoalannya," kata dia.
Agus mengatakan, wajar jika banyak yang tidak lolos seleksi CPNS karena banyaknya pelamar dan terbatasnya lowongan yang dibuka.
Namun, ia sepakat jika pemerintah tidak menurunkan passing grade dan tetap menjaga persaingan.
"Tidak semuanya harus diterima. Buat saya yang keterima sedikit ya enggak apa-apa. Itu saja dipakai dulu. Kan masih ada yang honorer juga. Tapi tahun depan harus mempelajari masalah kenapa tidak lulus. Menurut saya ya (seleksi) harus ketat," ujar dia.