Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR yang Sering Bolos Rapat Paripurna Jangan Dipilih Lagi

Kompas.com - 24/11/2018, 14:17 WIB
Reza Jurnaliston,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan mengatakan, sanksi paling efektif untuk anggota DPR yang tak menghadiri rapat paripurna DPR adalah dengan tidak memilihnya kembali pada Pemilu 2019.

Kehadiran anggota DPR menjadi sorotan karena banyaknya yang tak hadir saat rapat paripurna Pembukaan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2018-2019, Rabu (21/11/2018).

Pada Pemilu 2019, diperkirakan 94 persen dari total 560 anggota DPR saat ini kembali mencalonkan diri.

"Memang sanksi yang paling efektif itu adalah ketika di pemilu berikutnya anggota DPR tersebut tidak didukung lagi atau tidak dipilih," kata Bara di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/11/2018).

Baca juga: Anggota DPR yang Bolos Rapat Paripurna Harus Diberi Sanksi Tegas

Bara mengatakan, peran publik dan media sangat dibutuhkan untuk mengontrol kinerja DPR.

Ia sepakat harus ada sanksi tegas bagi para anggota DPR yang bolos dalam rapat paripurna serta mempublikasikan nama-namanya.

"Saya kira perlu ada kontrol lebih ketat dari publik. Nah, yang tidak hadir itu disebutkan namanya. Saya mendukung perlu diekspose siapa-siapa yang tidak hadir,” kata Bara.

“Ada sanksi sosial dari pembuatan petisi publik. Itu yang menurut saya sangat efektif. Disamping sanksi hukum tapi sanksi sosial itu yang lelbih efektif," lanjut anggota Komisi VII DPR ini.

Baca juga: Jawab Kritik, Ketua DPR Sebut Sejumlah RUU Terhambat karena Pemerintah

Sementara itu, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris berpandangan, tak ada relevansinya antara anggota DPR yang bolos rapat paripurna dengan tidak memilihnya kembali dalam Pileg 2019.

Menurut Syamsuddin, para petahana anggota legislatif telah memiliki modal basis pemilih yang kuat.

“Incumbent (anggota legislatif) itu memang partai politik berkepentingan. Kenapa? sebab incumbent itu sudah memiliki basis pemilih,” kata Syamsuddin.

Ia menilai, ke depannya, perlu pembenahan sistem pemilu agar menjadi lebih baik.

Baca juga: Formappi: DPR Tidak Jeli dalam Mengawasai Anggaran

“Sekarang kan siapa saja bisa menjadi anggota Dewan. Yang penting punya uang, punya koneksi dengan pimpinan partai politik, kemudian populer. Sehingga kompetensi menjadi soal,” kata Syamsuddin.

Persoalan lainnya adalah komitmen. Syamsuddin mengatakan, publik menginginkan wakil rakyat yang bertanggung jawab.

"Tidak hanya bisa petentang-petenteng di Senayan tapi juga menyuarakan kepentingan publik,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com