JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo berharap pemerintah mendengar aspirasi yang disampaikan masyarakat mengenai percepatan pembuatan dan revisi UU.
Ia mengatakan, pembahasan RUU tidak hanya di tangan DPR, melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama dengan pemerintah.
Hal ini disampaikan Bambang menanggapi kritik Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) terhadap kinerja DPR RI dalam bidang legislasi.
“Saya tidak terkejut dengan Kritik Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia terhadap berbagai kinerja DPR RI. Bahkan saya sangat menghargai upaya dan kerja keras Formappi yang ingin mendorong DPR menjadi baik,” kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (24/11/2018).
Baca juga: Formappi Pertanyakan Alasan DPR Perpanjang Pembahasan 15 RUU
Bamsoet mengungkapkan, kritik yang dilontarkan Formappi merupakan bentuk rasa cinta rakyat kepada DPR RI agar bisa terus memperbaiki kinerjanya.
Ia berharap kritik Formappi juga bisa didengarkan oleh pihak pemerintah sehingga harapan agar DPR lebih cepat menyelesaikan RUU bisa tercapai.
"Karena sesuai dengan ketentuan yang ada, pembuatan UU di DPR harus bersama-sama dengan pemerintah. DPR tidak bisa sendirian apalagi bertindak suka-suka. Intinya, kalau kita mau jujur pembahasan sebuah RUU tidak hanya tanggung jawab DPR RI saja. Melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama dengan pemerintah,” kata Bamsoet.
“Artinya, kita bisa lebih jauh lagi meneliti apa penyebab pembahasan sebuah RUU tertunda. Apakah karena disebabkan kelambatan di pihak DPR RI atau di pemerintah yang sering kali tidak hadir dalam rapat kerja dengan komisi terkait?” lanjut politisi Partai Golkar ini.
Baca juga: Formappi: DPR Tidak Jeli dalam Mengawasai Anggaran
Ia mencontohkan, pada pembahasan RUU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), pemerintah hingga saat ini belum mengirimkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Hal ini berdampak belum bisa dimulainya pembahasan terhadap RUU tersebut oleh DPR.
Contoh lain terjadi pada pembahasan RUU Karantina Kesehatan. Di Kementerian Kesehatan, sebagai wakil pemerintah, ada pergantian Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan sehingga Dirjen yang baru memerlukan waktu untuk mempelajari substansi RUU.
Menurut Bambang, DPR harus terus menerus memberi warning kepada pihak Kemenkes untuk mengebut RUU ini.
Bahkan, ia harus menelepon Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, baru pembahasan RUU bisa dilanjutkan. RUU tersebut akhirnya disahkan pada Juli 2018.
Contoh lainnya, RUU tentang Pengaturan Peredaran Minuman beralkohol dan RUU Tembakau yang sudah melewati 10 kali masa persidangan, namun belum juga tuntas.
Baca juga: Menurut Formappi, Target Legislasi DPR Meleset karena Aturan yang Longgar
Kendala antara lain karena minimnya kehadiran dari pihak pemerintah. Bambang mengatakan, perjalanan pembahasan RUU tersebut dapat dilihat catatannya di Kesetjenan DPR RI.