JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai, pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan timsesnya kerap berkampanye dengan menyebut-nyebut harga kebutuhan pokok yang seolah-olah tak terjangkau masyarakat.
"Kalau di pihak sana (Prabowo-Sandiaga) menjadi pemimpin yang kerap mereduksi (persoalan) hanya dengan ukuran harga. Ini Pak Sandi kok pintar sekali menafsirkan harga," kata Hasto saat memberikan pidato dalam loka karya kader PDI-P di hotel Grand Paragon, Jakarta, Jumat (22/11/2018).
Menurut Hasto, kampanye dengan menyebut harga kebutuhan pokok yang tinggi dan tak terjangkau bisa jadi malah merendahkan martabat rakyat. Dan kampanye semacam itu, kata dia, sudah seharusnya dihilangkan.
"Misalnya harga nasi goreng, Rp 50.000 bisa dipakai untuk belanja, meskipun semuanya salah tafsiran harga," ucapnya kemudian.
Pemimpin itu, lanjut Hasto, memerlukan tanggung jawab dan kesadaran terhadap kebudayaan masyarakat Indonesia.
Saat ini, kata dia, pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sedang menghadapi lawan yang seolah menghalalkan segala cara dengan menakuti rakyat.
Baca juga: Hasto: Kampanye Presiden Harus Diisi dengan Hal Positif
Selain itu, Hasto juga menyindir dua pernyataan Prabowo yang kontroversial di masyarakar, yaitu "tampang Boyolali" dan karier anak muda yang menjadi pengemudi ojek daring.
"Menjadi pemimpin itu tidak boleh menghina profesi tukang ojek. Pemimpin itu harus menggelorakan martabat dan kehormatan rakyat apapun profesinya," tegas Hasto.
Maka dari itu, ia berharap kubu Prabowo-Sandiaga mengubah cara kampanyenya yang kerap menakuti masyarakat menjadi tindakan positif sehingga menjadi kultur yang baik bagi bangsa dan negara.